Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pertumbuhan Bisnis Online Gerus Pertumbuhan Bisnis Offline

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Perkembangan belanja online telah mempengaruhi pertumbuhan usaha ritel yang dijalankan secara offline. Tidak hanya pelaku usaha, kondisi tersebut juga berdampak pada menurunnya pertumbuhan bisnis penyewaan tempat perbelanjaan ritel offline seperti mall.

Demikian diungkapkan Ketua Himpunan Penyewa Pusat Belanja Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah, usai pendeklarasian berdirinya Hippindo di Jakarta, Rabu (8/6/1026). Menurutnya, berdirinya asosiasi ini diharapkan mencarikan solusi agar bisnis offline baik pelaku usaha dan penyedia tempat belanja tidak semakin terpuruk.

Bisnis online saat ini masih di bawah 1% dan diprediksi akan tumbuh 3% dalam waktu dekat. Namun sebelum itu terjadi, pelaku usaha pusat perbelanjaan perlu melakukan beragam inovasi untuk menciptakan experience agar orang lebih suka berbelanja secara offline.

Faktor lain yang membuat bisnis offline semakin tertekan adanya kebijakan wajib lapor bagi pemakai kartu kredit. Hal itu justru akan menurunkan orang dalam memakai kartu kredit karena tidak mau terdeteksi telah melakukan belanja apa saja.

Penasehat Hippindo, Handaka Santosa menambahkan, pertumbuhan bisnis penyewaan sejak tahun 2015 telah mengalami penurunan dari target yang diharapkan. Pada tahun tersebut sebelumnya pertumbuhan diprediksi mencapai 20%, tapi ternyata hanya tercapai single digit. Bahkan target tahun 2016 diperkirakan hanya akan tumbuh 8% saja.

"Kalau dilihat dari jumlah penyewa sebenarnya flat, tapi kalau dilihat dari inflasi seharusnya valunenya tumbuh, tapi ini ternyata turun," ungkap Handaka.

Untuk keluar dari kondisi tersebut, dengan Hippindo akan menciptakan pusat perbelanjaan tidak hanya sekedar berjualan, tapi juga menciptakan eksperience bagi pembelinya, sehingga masih konsumen kembali retailer offline di pusat-pusat perbelanjaan untuk membeli barang-barang yang dibutuhkan.

"Dan yang mesti diingat, pentingnya retailer 60% pertumbuhan ekonomi didrive dari konsumsi domestik. Ekperience dalam berbelanja, para retailer bukan melulu berjualan, tapi juga menciptakan ekperience," tegas Handaka.

Menurut Budiharjda, berdirinya Hippindo diharapkan menjadi solusi kepada para penyewa agar usahanya tetap ramai. Hippindo nanti akan mengumpulkan data kenapa orang mulai enggan berbelanja di pusat-pusat perbelanjaan.

"Dengan adanya Hippindo ini, menciptakan eksperience itu menjadi lebih mudah karena ada seperti pemain restauran, bioskop, peralatan rumah tangga, bagaimanan nanti mensinergikan mereka. Sehingga nanti akan terjadi multi format baru tanpa harus dari nol, sebab sudah ada pemainnya tinggal digabung saja," jelasnya.

Hippindo Diharapkan Temukan Solusi

Lebih lanjut Budihardja menambahkan, Himpunan Penyewa Pusat Belanja Indonesia (Hippindo) resmi berdiri pada 8 Juni 2016. Dibentuknya asosiasi ini sebagai bentuk kepedulian untuk memajukan usaha semua pihak terkait dalam dunia ritel yang semakin dinamis. Khususnya para pelaku usaha baik skala mikro maupun skala besar yang memiliki gerai atau menyewa di pusat perbelanjaan.

Sampai saat ini anggota Hippindo meliputi lebih kurang 800.000 tenaga kerja. Melalui Hippindo, kerjasama yang erat antar para penyewa pusat belanja, antara penyewa dan pusat perbelanjaan itu sendiri dan pemerintah dapat semakin ditingkatkan sehingga tercipta keseimbangan yang akan memberikan pertumbuhan ekonomi dan manfaat besar bagi semua pihak untuk dapat maju bersama.

"Hal ini tercermin dalam slogan Hippindo Bermitra Maju Bersama," ungkap Ketua Hippindo, Budihardjo Iduansjah.

Budihardjo menjelaskan, ide pembentukan Hippindo bermula dari pertemuan informal baru-baru ini yang melibatkan beberapa pelaku ritel seperti, Hammer, Pojok Busana, Marco Group, Hero Group, Kawan Lama, Johnny Andrean, Boga Group, Delami Brands, MAP, Buccheri, Indahtex Group, Erafone, Yongki Komaladi, Ranch Market, Hoha Hoka Bento, Funworld, dan Sunny Side Up. Pertemuan tersebut membicarakan bagaimana para peritail menunjukkan kontribusinya terhadap kemajuan bangsa Indonesia, khususnya bidang ritel di pusat perbelanjaan.

Dalam pertemuan tersebut, didasari bahwa untuk mencapai kemajuan yang lebih baik, tidak bisa dilakukan secara terpisah dan sendiri-sendiri. Banyak pihak lain yang terlibat di dalamnya yang harus diajak bekerjasama khususnya para pelaku pusat perbelanjaan itu sendiri, dan tentunya pemerintah selaku regulator.

"Dengan melibatkan semua pihak terkait kita akan mendapatkan gambaran lengkap mengenai apa yang terjadi dan langkah-langkah apa yang sebaiknya dilakukan oleh masing-masing pihak tersebut untuk bisa memajukan usaha di pusat perbelanjaan," urai Budihadjo.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: