Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Lima Tips Jitu dari Boediono Guna Hadapi Krisis Ekonomi

Warta Ekonomi, Nusa Dua -

Kiprah dan pengalaman mantan Wakil Presiden RI Boediono di bidang ekonomi sudah tak perlu diragukan lagi. Sebagai mantan Gubernur Bank Indonesia, mantan Menteri Koordinator Perekonomian, mantan Menteri Keuangan, dan mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Boediono tentu sudah memiliki berbagai pengalaman berharga dalam menata perekonomian baik ketika normal maupun saat menghadapi krisis ekonomi.

Pengalaman inilah yang dibagikan Boediono kepada para peserta Seminar Bersama BI dan Federal Reserve Bank of New York (New York FED) di Nusa Dua, Bali, Senin (1/8/2016).

Menurut Boediono, ada lima pelajaran yang dapat dipetik dari krisis-krisis ekonomi dan moneter yang menghantam Indonesia. Pertama, bahwa tiap krisis dari dua krisis yang dia hadapi selalu datang dengan mengejutkan. Elemen kejutan tersebut ia katakan juga akan terjadi pada krisis-krisis selanjutnya.

"Pemahaman saya, sampai saat ini ilmu pengetahuan tentang krisis tidak lebih banyak berkembang dibandingkan ilmu pengetahuan tentang prediksi bencana gempa bumi," kata Boediono pada seminar yang bertema Managing Stability and Growth Under Economic And Monetary Divergence tersebut.

Oleh karena itu para bankir bank sentral diharapkan selalu memeriksa kesehatan ekonomi tiap negara seperti menjaga kesehatan dirinya sendiri. Saat menghadapi krisis pertama ia mengatakan kesiapan Indonesia hampir nol dalam menghadapi krisis dan konsekuensinya Indonesia menjadi salah satu negara yang paling terpukul dan membutuhkan waktu paling lama untuk pulih.

"Sementara di krisis kedua, Indonesia telah memiliki persiapan lebih baik dalam menghadapi krisis sehingga dampaknya minimal," sebutnya.

Selanjutnya, pelajaran kedua yang dapat dipetik ialah respons awal dalam penanganan krisis merupakan yang paling penting dan krusial. Boediono menceritakan pada krisis pertama yang dihadapinya, Indonesia tidak memiliki informasi yang cukup dan akurat sehingga respon awal dalam penanganan krisis pun salah langkah dan menyebabkan Indonesia maupun Dana Moneter Internasional (IMF) terdampak langkah blunder penanganan krisis tersebut. Sementara di krisis kedua respons awal telah cukup dan sesuai sehingga dampaknya pun minimal.

"Indonesia adalah salah satu negara yang paling kecil terdampak krisis dan salah satu yang tercepat pulih," tambahnya.

Pelajaran ketiga, di tengah krisis para pengambil kebijakan tidak boleh berasumsi koordinasi antar institusi akan semulus ketika kondisi normal. Faktanya, ketika terjadi tendensi ekonomi tidak sehat lembaga justru ada yang tetap di zona nyaman mereka.

"Mereka meminimalkan peranannya untuk mengambil alih situasi dan mengambil keputusan kemungkinan untuk meminimalkan risiko politik karena takut menjadi sasaran kesalahan di masa mendatang," tandas Boediono.

Selanjutnya pelajaran keempat adalah memori institusional yang penting dalam mendukung keputusan yang bagus saat krisis seringkali sangat tipis atau bahkan tidak ada.

"Tapi itu seharusnya tidak menjadi masalah ketika kumpulan memori institusional dan pengetahuan sudah siap diakses oleh pengambil keputusan," ungkap dia.

Dan yang terakhir, menurutnya sangat umum dan sudah diketahui luas oleh bankir yaitu kondisi politik yang mendukung menentukan efektifitas kebijakan ekonomi.

"Ekonomi yang bagus hanya bisa berdiri di atas politik yang bagus," tutup Boediono.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: