Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Membaca Fenomena Asia Tenggara sebagai Kekuatan Konsumsi

Oleh: ,

Warta Ekonomi, Jakarta -

Jangan remehkan konsumen ASEAN. Jumlah mereka hanya sekitar setengah dari jumlah konsumen di China atau India. Kemudian para pembelanja di sepuluh negara ASEAN tidak sekaya para sosialita di Eropa, namun secara keseluruhan 620 juta lebih penduduk ASEAN merupakan sumber permintaan global yang semakin kuat dan dapat memberi peluang baru bagi perusahaan-perusahaan yang ingin bertumbuh di tengah kondisi global yang sulit dan tidak pasti.

Penduduk ASEAN telah berkembang pesat dalam waktu singkat. Mencakup beragam negara seperti Malaysia, Indonesia, dan Filipina, wilayah ini telah berubah dari pusat pembuatan mobil, elektronik, dan barang-barang lainnya menjadi pasar bagi produk-produk tersebut. Sama seperti Dibuat di China yang menjadi Dibuat untuk China maka Dibuat di ASEAN dengan cepat berubah menjadi Dijual di ASEAN.

Kunjungilah bandara di Bangkok, Manila, dan Singapura saat ini dan kita akan melihat ramainya penumpang dari Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Filipina yang satu atau dua dekade lalu mungkin tidak pernah bermimpi dapat menikmati liburan internasional.

PDB per kapita yang sedikit lebih tinggi dari USD 2.300 per 2007 telah tumbuh sekitar 78% menjadi US$4.100. Jelas ini masih jauh di bawah PDB Amerika Serikat yang mencapai US$55.000 atau hampir Rp48.000 di Jerman, tetapi lebih baik dibandingkan dengan India (US$1,580) dan mendekati China (US$7.590). Tiga negara ASEAN telah memiliki PDB per kapita melebihi China.

ASEAN memang bukanlah pasar yang mudah digarap. Sebuah perusahaan perlu menyesuaikan model bisnis mereka dengan keragaman tersebut: ASEAN mencakup keragaman agama, budaya dan bahasa, beberapa sistem politik, dan tingkat pembangunan ekonomi yang bervariasi. PDB per kapita di Singapura, misalnya, kira-kira 50 kali Kamboja, dan 16 kali lebih tinggi daripada Indonesia. Penetrasi internet di Singapura sangat baik; di Myanmar, hampir tidak ada. Pendekatan bisnis yang seragam tidak akan membawa kesuksesan.

Pada saat yang sama wilayah ini sangat luas dan tersebar: 250 juta penduduk Indonesia sendiri tersebar di ribuan pulau. Infrastruktur di banyak negara Asia Tenggara belum sepenuhnya berkembang dan tidak dapat menampung percepatan pertumbuhan ekonomi.

Semua ini berarti bahwa potensi besar ASEAN dan daya beli masyarakat ASEAN belum sepenuhnya mendapat perhatian. Sementara perekonomian wilayah ini, US$2,6 triliun secara keseluruhan, sudah menjadi yang terbesar ketujuh di dunia yang pada tahun 2050 diprediksi menjadi terbesar keempat.

Accenture memperkirakan belanja konsumen tahunan akan naik menjadi US$2,3 triliun pada tahun 2020, sekitar 80 persen lebih dari nilai belanja pada tahun 2012. Jumlah kelas menengah di ASEAN akan mencapai 120 juta pada tahun 2025, kira-kira dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 2010. Ini akan membantu meningkatkan belanja mulai dari barang elektronik, perjalanan dan hiburan, asuransi dan pendidikan.

Sejumlah faktor mendukung prospek pertumbuhan ASEAN. Jaringan infrastruktur membaik. Inisiatif Belt dan Road China, misalnya, diharapkan dapat menjadi momentum politik dan pembiayaan pada banyak proyek di tahun-tahun mendatang.

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang belum lama terbentuk secara bertahap meliberalisasi arus barang, jasa, dan modal dan memperlancar kegiatan lintas batas bagi perusahaan yang melakukan bisnis di kawasan yang dinamis ini. Implementasi penuh dari reformasi liberalisasi yang digambarkan dalam MEA dapat meningkatkan PDB wilayah ini sebesar lima persen pada tahun 2030, berdasarkan perkiraan kami.

Sementara itu, penduduk ASEAN tidak hanya bertambah dalam hal jumlah, tetapi juga menjadi lebih urban dan terhubung. Sekitar 100 juta orang diperkirakan akan bermigrasi dari pedesaan ke kota-kota di seluruh Asia Tenggara selama 15 tahun ke depan, sementara jumlah pengguna internet diperkirakan melambung dari 260 juta menjadi 480 juta pada tahun 2020 yang berarti 3,8 juta pengguna baru per bulan seperti yang diungkapkan penelitian terbaru oleh Google dan Temasek.

Konektivitas yang meningkat ini memungkinkan sejumlah besar penduduk Asia Tenggara untuk mengakses barang dan jasa yang sebelumnya berada di luar jangkauan keuangan dan fisik mereka. Jasa keuangan misalnya. Bank Dunia memperkirakan bahwa sekitar dua pertiga dari penduduk di Indonesia, Filipina, dan Vietnam, dan sekitar 20 persen dari penduduk di Malaysia dan Thailand, saat ini tidak memiliki layanan perbankan.

Meningkatkan konektivitas internet dan pengenalan teknologi perbankan digital (mobile banking, mesin teller virtual, biometrik suara, identifikasi sidik jari, dll) akan memungkinkan puluhan juta orang untuk mengakses tabungan, pinjaman, investasi, dan asuransi untuk pertama kalinya di tahun-tahun mendatang. Dengan demikian, hal ini akan menggerakkan konsumsi, dan menempatkan basis konsumen yang luas dalam jangkauan e-commerce perusahaan di seluruh dunia.

ASEAN bukanlah pasar yang mudah dan seperti banyak negara di dunia saat ini prospek ekonomi ini menghadapi tantangan dari melambatnya pertumbuhan di China, Brexit, dan ketidakpastian di Eropa, serta volatilitas di pasar komoditas, tapi penduduk ASEAN dan dompet fisik maupun virtual mereka merupakan titik terang langka dalam ekonomi global dan sesuatu yang layak untuk dikejar.

Penulis: Kevin Martin, HSBC Head of Retail Banking and Wealth Management, Asia Pacific

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: