Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hipmi Minta Pemerintah Usut Indikasi Mafia Gas

Warta Ekonomi, Jakarta -

Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) meminta pemerintah mengusut dugaan keterlibatan mafia gas sehingga harga gas melambung tinggi dan membuat industri nasional juga susah bersaing.

"Kami meminta pemerintah mengusut siapa di balik tingginya harga gas ini," kata Ketua Bidang Energi Badan Pengurus Pusat (BPP) Hipmi Andhika Anindyaguna di Jakarta, Senin (5/9/2016).

Menurut dia, ada dugaan harta gas "tersandera" mafia gas karena meski Indonesia tercatat sebagai produsen, tetapi harga gas di Tanah Air jauh lebih mahal dari harga gas dari negara-negara pengimpor gas dari Indonesia.

Andhika mengatakan harga gas di sisi hulu hanya sekitar 4 dolar AS per MMBTU, namun gas yang dijual ke industri saat ini bisa dua kali lipat dan dapat mencapai hingga 9 dolar AS per MMBTU.

Tak hanya itu, ujar dia, indikasi keterlibatan mafia gas kian kuat, sebab walaupun sejak September 2015, pemerintah telah berjanji akan menurunkan harga gas, namun hingga saat ini hal tersebut belum juga teralisasi.

Andhika mengatakan, harga gas untuk industri di Indonesia jauh lebih lebih mahal daripada di Singapura dan negara tetangga lainnya di Asean dan Asia.

"Negara-negara tetangga tersebut menjual gas 4-5 dolar AS per MMBTU di Singapura, sedangkan di Indonesia lebih mahal berkisar 9 dolar AS per MMBTU-14 dolar AS per MMBTU," katanya.

Andhika mengatakan daya saing industri melemah sebab komposisi harga gas cukup signifikan dalam menentukan biaya produksi.

Di Industri keramik misalnya, harga gas berkontribusi hingga 25 persen atas biaya produksi, disusul industri kaca dan botol, makanan dan minuman, kertas, baja, tekstil dan bahkan industri pupuk hingga 70 persen.

Untuk itu, Hipmi menyatakan bahwa melambungnya harga gas dan energi akan mengancam program industrilisasi nasional.

Sebagaimana diketahui, pertumbuhan industri tahun 2017 ditargetkan sebesar 5,4 persen atau 0,1 persen di atas pertumbuhan ekonomi nasional.

Tingginya harga tersebut dinilai juga membuat minat investasi di dalam negeri dapat melemah. "Kita perlu menjaga minat investasi yang sudah mulai tumbuh," ucapnya. (Ant)

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: