Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menguji Efektivitas Kebijakan Suku Bunga Baru

Warta Ekonomi, Jakarta -

Bank Indonesia (BI) pada 19 Agustus 2016 lalu mengeluarkan kebijakan moneter baru, BI 7 Day Repo Rate menggantikan BI Rate yang dinilai tidak efektif lagi dalam mengendalikan pasar uang antarbank. BI Rate semula dirancang sebagai suku bunga acuan antarbank overnight (O/N), namun dalam praktiknya pergerakan suku bunga overnight meninggalkan BI Rate.

Ini terlihat dari semakin lebarnya rentang di antara keduanya, terutama setelah The Fed mengeluarkan kebijakan quantitative easing (QE) tahap II pada akhir 2010. Sampai Juli lalu, BI Rate justru lebih mengacu pada suku bunga untuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tenor 12 bulan.

Dengan menggunakan acuan BI 7 Day Repo, transmisi kebijakan moneter BI diharapkan menjadi lebih efektif. Apalagi tingkat suku bunga BI Repo merupakan suku bunga transaksional, berbeda dengan BI Rate yang hanya berfungsi sebagai suku bunga acuan.

Ekonom DBS Group Research Gundy Cahyadi menilai kebijakan baru ini mungkin tak banyak berpengaruh terhadap suku bunga deposito maupun kredit dalam jangka pendek. Artinya, dampak kebijakan baru BI terhadap pertumbuhan ekonomi akan terbatas.

Dalam risetnya Indonesia: the New Policy Rate, Cahyadi menyampaikan, meski besaran suku bunga BI Repo lebih rendah 125 basis points (bps) dari BI Rate, bukan berarti BI telah melonggarkan kebijakannya. Selisih ini hanya mencerminkan adanya kesenjangan antara BI Rate dengan suku bunga pasar jangka pendek.

"Justru kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentang batas atas (capping) suku bunga deposito perlu diperhatikan," ujar Cahyadi di Jakarta, Kamis (8/9/2016).

Sebagaimana diketahui, OJK membatasi besaran suku bunga deposito sebesar 75 bps-100 bps di atas BI Rate bagi kelompok bank BUKU III dan IV. Dengan tingkat suku bunga BI Rate Juli sebesar 6,5 persen, maka suku bunga deposito maksimum sebesar 7,25 persen-7,5 persen.

"Jika OJK menggunakan acuan SBI 12 bulan, sebenarnya tidak ada perubahan dalam suku bunga deposito," imbuh Cahyadi.

Dalam pandangannya, jika suku bunga deposito tak mengalami perubahan maka suku bunga kredit juga tidak akan turun. Tentunya adalah penting jika kebijakan baru itu bisa mendorong turunnya suku bunga pinjaman. Selama ini suku bunga pinjaman hampir bergerak turun sangat lambat meski BI Rate telah dipangkas 100 bps sepanjang 2016. Ini dapat dipahami mengingat adanya jeda waktu dalam transmisi perubahan kebijakan moneter.

Namun, lanjut dia, dalam jangka panjang kebijakan baru ini dapat mendukung pendalaman pasar keuangan dan memperkuat struktur pasar uang antarbank khususnya segmen tenor 3 bulan-12 bulan.

"Pasar keuangan yang semakin dalam akan menyebabkan biaya dana perbankan menjadi lebih murah sehingga mendorong perbankan menurunkan suku bunga kredit. Di sini pemerintah bisa memanfaatkan kebijakan suku bunga baru yang lebih rendah dari BI Rate untuk mendorong bank menurunkan suku bunga kreditnya," tambahnya.

Ke depan, jika suku bunga kredit dapat turun secara signifikan dan pertumbuhan kredit bisa dipacu hingga 15 persen, artinya ekonomi 2017 diproyeksikan akan tumbuh lebih tinggi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: