Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kebijakan Cukai Berpengaruh Terhadap Enam Juta Orang

Kebijakan Cukai Berpengaruh Terhadap Enam Juta Orang Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kebijakan di bidang bea cukai disebut berpengaruh langsung terhadap enam juta orang masyarakat Indonesia, sehingga kebijakan yang diambil itu harus mempertimbangkan berbagai dimensi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani di Jakarta, Jumat (30/9/2016), mengatakan dari aspek ketenagakerjaan, kebijakan cukai berdampak pada keberangsungan lapangan pekerjaan sektor formal sebesar 401.989 orang, dimana tiga perempatnya atau 291.824 orang terlibat di produksi Sigaret Kretek Tangan yang merupakan industri padat karya.

Jika ditambah dengan sektor informal, maka kebijakan tersebut berdampak pada kehidupan 2,3 juta petani tembakau, 1,5 juta petani cengkeh, 600 ribu buruh tembakau, den 1 juta pedagang eceran.

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan cukai memberikan pengaruh berarti terhadap kehidupan lebih dari 5,8 juta masyarakat Indonesia.

"Ini konsisten dengah hasil studi LPEM UI tahun 2013 bahwa kebijakan cukai berpengaruh langsung terhadap lebih dari 6 juta orang," ujar Sri Mulyani pada jumpa pers di Kantor Pusat Dirjen Bea Cukai.

Pemerintah sendiri baru saja menaikkan tarif cukai tembakau untuk tahun 2017 yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.147/PMK.010/2016.

Dalam kebijakan cukai baru tersebut, disebutkan kenaikan tarif cukai tertinggi sebesar 13,46 persen untuk jenis hasil tembakau Sigaret Putih Mesin (SPM) dan tarif cukai terendah 0 persen untuk hasil tembakau Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan IIIB, dengan kenaikan rata-rata tertimbang 10,54 persen.

Selain kenaikan tarif cukai, pemerintah juga menaikkan harga jual eceran (HJE) dengan rata-rata 12,26 persen.

Adapun hal utama yang menjadi pertimbangan kenaikan tersebut adalah pengendalian produksi, tenaga kerja, rokok ilegal, dan penerimaan cukai.

Sementara itu, kebijakan yang menyangkut aspek kesehatan adalah dalam bentuk pengembalian sebagian dana ke pemerintah daerah berupa dana alokasi kesehatan, atau dikenal dengan istilah 'earmarking'.

Di tahun 2014 dana earmarking sebesar Rp11,2 triliun, tahun 2015 sebesar Rp15,14 triliun, dan tahun 2016 diperkirakan sebesar Rp17 triliun.

Adanya peningkatan pada jumlah dana yang dialokasikan, menunjukkan besarnya perhatian pemerintah terhadap aspek kesehatan. Disamping untuk kesehatan, dana tersebut juga diperuntukkan pada persiapan pengalihan orang yang bekerja dalam industri rokok untuk beralih ke industri lain.

"Hal yang menjadi atensi kita bersama ialah rokok ilegal sangat membahayakan kesehatan dan ketersediaan lapangan pekerjaan, karena mempengaruhi jumlah produksi rokok legal," ujar Sri Mulyani.

Ia menjelaskan bahwa pemerintah harus memberi ruang pengusaha tembakau lokal untuk menjual produknya pada industri rokok, sambil juga menyusun langkah-langkah agar petani tembakau dan pihak-pihak yang terkait beralih pada industri lain. Untuk itu, pemerintah akan menyusun tata niaga impor tembakau.

Selain itu, pemerintah merancang kebijakan terkait industri rokok agar dapat mengalihkan dari pasar domestik ka pasar internasional; melalui kebijakan pemberian fasilitas dalam bentuk kawasan berikat atau fasilitas lainnya.

Untuk memastikan bahwa kebijakan ini efektif dan sesuai dengan yang diharapkan, Kementerian Keuangan melalui Bea Cukai akan melakukan usaha yang lebih optimal, terutama yang berkaitan dengan pengawasan produksi dan peredaran rokok. Oleh karena itu pemerintah mengharapkan dukungan semua pihak khususnya dari aparat penegak hukum dan masyarakat. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: