Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jelang Akhir Tahun, Laju Kredit Masih Lambat

Jelang Akhir Tahun, Laju Kredit Masih Lambat Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menjelang akhir tahun ini, laju kredit perbankan dinilai masih lambat antara lain karena tertahan penurunan suku bunga kredit perbankan. Padahal Bank Indonesia (BI) sudah melonggarkan suku bunga acuannya yang sudah mencapai 150 basis poin sejak awal tahun. Artinya, biaya dana atau "cost of fund" sudah turun.

Bunga kredit bank hingga Oktober 2016 baru turun 60 basis poin, sementara suku bunga deposito mendekati efektivitas transmisi dengan penurunan 108 basis poin.

Sebelumnya, BI memperkirakan suku bunga kredit perbankan sepanjang 2016 bisa turun 80 basis poin, karena dipicu pelonggaran bunga acuan. BI untuk keenam kalinya pada tahun ini melonggarkan suku bunga acuan, BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 persen per Oktober 2016.

Menurut Direktur Eksekutif Departemen Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung, penurunan itu karena dipicu terjaganya inflasi yang diperkirakan pada akhir tahun di rentang 3-3,5 persen. Selain itu juga disebabkan terus membaiknya defisit transaksi berjalan, yang pada kuartal III-2016, diperkirakan di bawah dua persen dari produk domestik bruto (PDB).

Sejalan dengan penurunan bunga acuan yakni bunga transaksi surat berharga berketetapan dengan tenor 7 hari atau "7-Day Reverse Repo", bunga penyimpanan dana di BI (deposit facility) juga turun 25 basis poin menjadi empat persen, dan bunga fasilitas penyediaan dana dari BI ke perbankan (lending facility) turun 25 basis poin menjadi 5,5 persen.

Pada sisa tahun ini, kata Juda, peluang pelonggaran moneter masih terbuka. Indikator utamanya akan dilihat dari laju inflasi dan perbaikan defisit neraca transaksi berjalan, serta realisasi manfaat dari pelonggaran kebijakan moneter yang telah ditempuh untuk mendorong pertumbuhan kredit perbankan.

Juda meyakini inflasi di akhir tahun berada di bias bawah proyeksi BI sebesar empat persen plus minus satu persen, mengingat hingga September inflasi tahunan sebesar 3,07 persen (yoy). Di Oktober 2016, tekanan inflasi pun diperkirakan menurun. Bank sentral juga melihat perbaikan pada defisit transaksi berjalan yang melebihi ekspetasi sebelumnya.

Juda yakin defisit transaksi berjalan di kuartal III 2016 akan berada di bawah dua persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), melihat surplus neraca perdagangan terus berlanjut karena membaiknya harga ekspor komoditas primer dan menurunnya impor nonmigas.

Ia menambahkan penurunan bunga 7-Day Reverse Repo Rate pada Oktober juga ditujukan untuk mendorong konsumsi domestik, termasuk permintaan kredit.

Di triwulan III 2016, BI melihat realisasi pertumbuhan ekonomi tidak sesuai perkiraan sebelumnya. Pasalnya, konsumsi masih terbatas, belanja fiskal juga belum begitu membaik, dan masih berlanjutnya kelesuan ekonomi global.

"Perbaikan investasi swasta, khususnya non bangunan, diperkirakan masih belum kuat, sejalan dengan kapasitas produksi terpasang yang masih cukup besar," katanya.

BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal-III 2016 akan di kisaran 5,0 persen. Sementara itu, Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan penurunan suku bunga kredit bank belum sesuai ekspetasi bank sentral juga karena meningkatnya rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) yang akhirnya memaksa bank untuk menambah beban biaya pencadangan.

Perry menilai permintaan kredit dari debitur swasta belum menggeliat hingga triwulan III 2016. Saat ini utilisasi investasi dari sektor swasta masih 76 persen, padahal pada umumnya utilisasi investasi swasta di atas 85 persen.

Pada September 2016, menurut analisa uang beredar dalam arti luas (M2) BI, kredit perbankan hanya tumbuh 6,4 persen secara tahunan (year on year/yoy). Pertumbuhan itu lebih rendah dibanding Agustus 2016 yang sebesar 6,8 persen (yoy).

Meski hingga September 2016, pertumbuhan kredit belum menunjukkan perbaikan, BI masih mempertahankan proyeksi pertumbuhan kredit bank sebesar 7-9 persen.

Harapkan turun Menko Perekonomian Darmin Nasution mengharapkan pelonggaran bunga acuan yang telah dilakukan BI selama enam kali sejak awal 2016 juga diikuti oleh penurunan suku bunga deposito maupun kredit perbankan.

"Kami berharap suku bunga turun, walaupun tidak otomatis selalu, tapi harus diusahakan," kata Darmin.

Darmin mengatakan penurunan suku bunga tersebut seharusnya bisa mulai tercermin pada bunga deposito, tabungan hingga kredit perbankan, bahkan tidak menutup kemungkinan bisa mempengaruhi penyesuaian suku bunga Surat Utang Negara.

"Jangka waktunya (penurunan setelah ada pelonggaran) tidak ada rumusnya. Tergantung respons perbankan, bagaimana regulator dan otoritas bisa menyakinkan mereka dan pelaku pasar juga," ujarnya.

Dengan kemungkinan adanya penurunan suku bunga tersebut, Darmin mengharapkan adanya peningkatan kembali pertumbuhan kredit perbankan yang berada pada angka proyeksi sebesar delapan-sembilan persen di akhir 2016.

"Kalau tujuh persen, kerendahan, karena saya melihat perkembangannya tidak seburuk itu. Jadi semestinya ke arah delapan persen," kata Darmin.

Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman D Hadad menambahkan meski stabilitas ekonomi dalam keadaan baik, pertumbuhan kredit perbankan sedang mengalami tantangan dan hanya berada pada kisaran 6-8 persen pada 2016.

"Pertumbuhan kredit kita duga sekitar enam-tujuh persen sampai tahun ini. Kalau dilonggarkan bisa enam-delapan persen. Tapi kita akan cek, karena biasanya di akhir tahun ada peningkatan," ujarnya.

Wapres Ingatkan Berkaitan dengan keinginannya agar suku bunga bank diturunkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengingatkan agar uang pemerintah tidak diberikan bunga deposito yang tinggi karena akan berdampak pada tingginya suku bunga bank.

"Jadi deposito untuk pemerintah tidak boleh lebih dari lima persen, tidak boleh lagi uang Pemda ditawarkan kiri kanan dikasih bunga tinggi. Tidak boleh lagi dana Taspen, dana BPJS dan lain-lain lebih dari lima persen depositonya itu akan menyebabkan bunga bank akan turun," kata Wapres.

Selama ini, bunga kredit perbankan di Indonesia masih tinggi antara 12-17 persen dan menjadi salah satu penghambat investasi. Hal tersebut, menurut Wapres, disebabkan oleh deposito tinggi lembaga keuangan pemerintah sendiri.

"Karena deposito tinggi maka inflasi juga tinggi, sekarang kita turunkan suku bunga bank deposito oleh lembaga negara otomatis yang lain ikut sehingga bunga kredit turun," ujarnya.

Pada 2017, pemerintah menargetkan bunga bank tersebut bisa turun di bawah 10 persen. Sementara ini baru bunga untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang sudah sembilan persen. Target bunga tujuh persen tersebut menurut Wapres karena tidak boleh lebih tinggi dibandingkan Thailand. "Kita ambil perbandingannya Thailand supaya tingkat persaingan kita ditarif yang sama," tambah Wapres.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Raharjo menyatakan lembaganya siap mendukung jika pemerintah akan berupaya menurunkan suku bunga bank yang saat ini masih tinggi.

"Bapak Wakil Presiden, KPK di belakang bapak kalau kemudian bapak akan mendobrak supaya bunga bank kita turun dibandingkan hari ini," kata Agus pada Konferensi Anti Korupsi (Anti Corupption Summit/ACS) 2016 di Gedung Grha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Di hadapan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Agus menyampaikan bahwa lembaga antikorupsi itu telah menerima banyak data tentang berbagai bidang yang perlu diperbaiki. Misalnya di dunia perbankan terkait bunga bank yang masih tinggi. KPK telah mempelajari tren bunga bank di beberapa negara cukup rendah seperti di Jepang dengan bunga 0-0,4 persen.

Sementara di dalam negeri sendiri, suku bunga kredit bank masih tinggi berkisar 12 hingga 17 persen, kata Agus Raharjo. Ant.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Leli Nurhidayah

Advertisement

Bagikan Artikel: