Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Awas, Penjajahan Sistem TI di Industri Perbankan Kian Marak

Awas, Penjajahan Sistem TI di Industri Perbankan Kian Marak Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kejahatan dengan menggunakan sistem teknologi informasi (IT) atau kejahatan siber di industri perbankan masih marak terjadi. Bahkan, menurut riset Norton by Symantec sejak Januari 2015 hingga Februari 2016 lalu kerugian finansial yang ditimbulkan lewat kejahatan siber mencapai Rp194,6 miliar atau sekitar Rp7,6 juta per orang.

Pengamat siber dan ahli forensik Ruby Alamsyah menjelaskan kasus kejahatan siber di indutri perbankan masih banyak terjadi. Kasus-kasus seperti ATM fraud, mobile banking fraud, internet banking fraud, dan jenis penyimpangan lainnya yang melibatkan pihak luar maupun pihak dalam bank itu sendiri masih membayangi perjalanan industri perbankan saat ini.

"Pelaku utamanya adalah orang asing, namun sampai saat ini belum juga berhasil tertangkap atau bahkan terungkap," katanya saat dihubungi wartawan di Jakarta, Jumat (13/1/2017).

Lebih lanjut, dirinya mengatakan kejahatan yang banyak menggunakan sistem IT adalah kejahatan siber di ATM. Modusnya melalui pemasangan alat skimming di mesin ATM untuk mengambil data nasabah melalui pita magnetik yang ada kartu ATM. Pada tahun 2009 dan 2010 kasus ATM fraud marak terjadi di Indonesia. Di tahun 2016 pun masih terjadi sejumlah kasus serupa.

Namun sayangnya, pihak perbankan dan juga penegak hukum belum melakukan upaya yang optimal untuk dapat mengungkap dan menangkap pelaku utama ATM skimming. Pengungkapan kasus yang terjadi hanya terjadi di permukaan saja, yakni di kelas operator.

"Yang berhasil ditangkap hanya pelaku operasionalnya, yakni orang Indonesia," tambahnya.

Sedangkan untuk kasus kejahatan siber di internet banking, perilakunya masih terdeteksi di tahun 2016 lalu. Ruby menambahkan dalam skema kejahatan ini, pelaku tidak melakukan pembobolan secara langsung, namun hanya menyebarkan malware untuk mendapatkan detail informasi nasabah berikut username, passwords, dan token nasabahnya sekaligus.

Di sini pelaku membelokkan transaksi asli ke transaksi lain sehingga dana nasabah lenyap ke rekening pihak ketiga yang sudah disiapkan oleh pelaku. Namun sayang, ungkap Ruby, setiap nasabah yang melaporkan kasus ini, bank menganggap bahwa kesalahan bukan berada di pihak bank, melainkan nasabah. Padahal kalau ditelusuri lebih detail, adanya malware tersebut juga karena ditemukannya celah keamanan pada sistem internet banking.

"Otak utama modus ini adalah pihak asing," ungkapnya.

Dengan ragam kejahatan tersebut, sejatinya telah terjadi penjajahan di sistem informasi teknologi dalam dunia perbankan. Orang asing bisa dengan leluasa mengambil dan merombak sistem keamanan yang ada di tanah air dan memindahkan "sumber daya"-nya ke negaranya sendiri.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Gito Adiputro Wiratno
Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: