Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

PM Irak: Larangan Irak ke AS Hukum Petempur Anti-Terorisme

PM Irak: Larangan Irak ke AS Hukum Petempur Anti-Terorisme Kredit Foto: Reuters/Alkis Konstantinidis
Warta Ekonomi, Baghdad -

Perdana Menteri Irak Haider Al-Abadi pada Selasa (31/1/2017) mengatakan keputusan Presiden AS Donald Trump untuk melarang warga negara Irak bepergian ke Amerika Serikat menghukum mereka yang berkorban dan memerangi terorisme.

Pernyataan Al-Abadi dikeluarkan empat hari setelah Trump memutuskan penangguhan selama empat-bulan untuk mengizinkan pengungsi memasuki Amerika Serikat dan untuk sementara melarang pelancong dari Irak serta enam negara lain yang mayoritas warganya orang Muslim. Trump mengatakan keputusannya akan "membantu melindungi orang Amerika dari serangan teror".

"Anda datang ke korban untuk meminta pertanggung-jawabannya. Anda datang ke orang yang mengorbankan diri dan memerangi terorisme untuk menghukum mereka," kata Al-Abadi dalam satu taklimat setelah pertemuan mingguan kabinetnya.

"Cara perintah itu dikeluarkan tidak baik dan merupakan pelanggaran terhadap warga Irak dan harus diperbaiki, dan saya tak mau menyebabkan pelanggaran yang sama kepada orang Amerika sekarang," kata Al-Abadi, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu malam. "Kami sedang mempelajari semua pilihan kami," kata Al-Abadi. Ia menambahkan ia berharap perintah tersebut akan diubah.

Pada Senin (30/1), Kementerian Luar Negeri Irak menyampaikan penyesalan sehubungan dengan pembatasan paling akhir oleh Pemerintah Trump atas masuknya warga negara Irak ke Amerika Serikat, dan meminta Washington "mempertimbangkan kembali" larangan perjalanan tersebut atas warga negara Irak.

"Sangat disayangkan bahwa keputusan AS semacam itu dikeluarkan terhadap satu negara sekutu (Irak), yang menghubungkannya dengan Amerika Serikat dalam kemitraan strategis," kata Kementerian Luar Negeri Irak di dalam satu pernyataan.

"Perlu bahwa pemerintah baru AS mempertimbangkan kembali keputusan keliru ini," kata Kementerian itu. "Irak memiliki keinginan nyata untuk memperkuat kemitraan strategis antara kedua negara." Pernyataan Kementerian tersebut dikeluarkan sehari setelah Komite Urusan Luar Negeri di Parlemen Irak melakukan pemungutan suara mengenai saran bahwa Pemerintah Irak mesti menuntut "pembalasan" dan melakukan tindakan balasan terhadap keputusan Trump.

"Kami menolak keputusan Presiden Trump sebab Irak berada di garis depan perang melawan terorisme, dan kita adalah pihak yang menyediakan syuhada dan berkorban untuk satu perang yang kita hadapi atas nama dunia," kata Hanan Al-Fatlawi, anggota Komite Urusan Luar Negeri.

"Tidak adil bahwa rakyat Irak diperlakukan seperti ini," kata wanita pejabat itu dalam satu taklimat setelah pertemuan komite guna membahas keputusan AS tersebut.

Perintah Trump telah memicu reaksi penuh kemarahan di Irak, tempat lebih dari 5.000 prajurit AS ditempatkan, untuk membantu pasukan Irak dalam perang melawan gerilyawan garis keras IS di Mosul, Irak Utara. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: