Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Wakil Ketua DPD: Permintaan Maaf Ahok Tidak Cukup

Wakil Ketua DPD: Permintaan Maaf Ahok Tidak Cukup Kredit Foto: Ferry Hidayat
Warta Ekonomi, Jakarta -

Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad berpendapat Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bersama Tim Kuasa Hukum yang mengeluarkan pernyataan terhadap Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma?ruf Amin telah meresahkan masyarakat.

Sikap Ahok tersebut dinilai kontraproduktif dengan usaha berbagai elemen masyarakat dan tokoh agama yang selama ini berkomitmen dalam membangun kerukunan dan ketentraman bersama.

?Ada baiknya Pak Basuki dan tim kuasa hukumnya dalam menyampaikan pendapat dimuka persidangan memperhatikan kesesuian data dan kondisi masyarakat, bagaimanapun persidangan terkait penistaan agama merupakan sesuatu yang sangat sensitif dan mendapatkan perhatian masyarakat luas.? kata Farouk, Kamis (2/2/2017), di Jakarta .

Farouk menambahkan, meskipun Ahok telah meminta maaf tapi belum dapat meredakan suasana karena tidak dapat dipungkiri masih menyimpan kegelisahan, tanda tanya dan memunculkan kekisruhan yang tajam di publik. Sudah sepantasnya, setiap pernyataan dan sangkaan tim kuasa hukum Ahok agar dibuktikan secara bertanggung jawab.

?Permintaan maaf Ahok sudah sepantasnya diikuti dengan perbaikan dalam pola komunikasi dengan publik, terlebih kepada para ulama seperti KH Ma?ruf Amin seorang tokoh karismatik di kalangan nahdhiyin. Adapun kepada tim kuasa hukum akan lebih baik fokus pada kasus penistaan agama, dibandingkan justru terjebak kepada isu politik dan seringkali menyalahkan pihak lain," tegas Senator asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.

Secara khusus Farouk menjelaskan dalam upaya merespon kondisi aktual kebangsaan saat ini, DPD bersama sejumlah ormas dan lembaga keagamaan pada hari rabu (1/2) menyerukan kepada seluruh komponen bangsa untuk tidak lagi mempersoalkan keberagaman apalagi dengan saling menuduh satu sama lain sebagai intoleran, tidak pancasilais, anti kebhinekaan, mengancam NKRI, dan yang serupa, baik secara langsung maupun melalui media massa dan media sosial.

?Daripada gencar saling menuding pihak lain, lebih baik kita menyatukan sikap dan upaya menghadapi ancaman riil dari dalam dan luar negeri, seperti radikalisme /terorisme, penyebaran komunisme, neo liberalisme dan ajaran-ajaran lain yang merongrong Pancasila, narkoba, tenaga kerja asing illegal/nonskill, dan lain-lain," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ferry Hidayat
Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: