Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Indef: Pertumbuhan Ekonomi 2016 Tanpa Akselerasi

Indef: Pertumbuhan Ekonomi 2016 Tanpa Akselerasi Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ekonomi Indonesia pada tahun 2016 kemarin mengalami pertumbuhan sebesar 5,02% (year-on-year/yoy), sedikit lebih baik dibanding pertumbuhan tahun 2015 sebesar 4,88%. Sementara jika dilihat secara kuartal, pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2016 hanya 4,94%, turun dari kuartal III yang mencapai 5,02% dan kuartal II sebesar 5,18%. Adapun, di kuartal I pertumbuhan tercatat sebesar 4,92%.

Melihat pertumbuhan tersebut, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan pertumbuhan ekonomi masih lambat. Padahal, pemerintah gencar mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi.

Enny menyebut paket kebijakan yang diluncurkan pemerintah gagal untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebanyak 14 paket kebijakan yang diluncurkan satu tahun terakhir, tegasnya, tidak memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi tanah air. Beberapa paket kebijakan kebijakan yang dikeluarkan justru dinilai kontraproduktif dengan pertumbuhan di beberapa industri.

"Paket kebijakan dikeluarkan dengan harapan dapat memecahkan masalah, tapi justru menimbulkan masalah baru. Ini disebabkan kurangnya koordinasi yang matang antar-kementerian teknis dan dengan pemerintah daerah," katanya di Jakarta, Kamis (9/2/2017).

Ia memberi contoh pada September 2015 pelaku industri mengharapkan adanya penyesuaian harga gas, namun ternyata pemerintah tidak merealisasikan harapan pelaku industri.

"Jangankan dikoordinasikan dengan dunia usaha, antara kementerian teknis tak ada koordinasi matang, juga dengan pemerintah daerah," ujar Enny.

Enny melanjutkan proses evaluasi atas 14 paket kebijakan ekonomi merupakan hal prioritas. Hal tersebut dilakukan supaya tidak terjadi distrust dari investor karena menganggap implementasi dan dampak kebijakan ekonomi pemerintah tidak ada.

"Pemerintah Jokowi dalam dua tahun pertama pemerintahannya menggenjot pembangunan infrastruktur. Namun banyak infrastruktur yang dibangun tidak sesuai dengan potensi yang ada di daerah," terangnya.

Ia mencontohkan pembangunan tol trans Sumatera yang tidak memiliki urgensi sama sekali. Ia menyebutkan potensi yang ada di Pulau Sumatera adalah perkebunan sehingga pembangunan infrastruktur seharusnya untuk meningkatkan hilirisasi agro industri, percepatan transportasi energi, atau dalam mengeluarkan komoditas.

Di samping itu pembangunan infrastruktur juga banyak dilakukan oleh investor asing. Menurutnya, hal tersebut juga tidak memberi akselerasi. Ia menegaskan pembangunan infrastruktur dikerjakan oleh investor lokal sehingga mampu menyerap tenaga kerja lokal dan penggunaan modal dalam negeri.

"Infrastruktur memang memberikan dampak, tapi kalau tidak sesuai dengan potensi masing-masing daerah akhirnya gagal memberikan akselerasi," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: