Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pakar Geologi: Pisahkan Tata Guna Lahan dengan Permukiman

Pakar Geologi: Pisahkan Tata Guna Lahan dengan Permukiman Kredit Foto: Cahyo Prayogo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Daerah tata guna lahan dengan permukiman seharusnya dipisahkan untuk mengantisipasi terjadinya pergerakan tanah agar tidak menimbulkan korban jiwa, kata peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Adrin Tohari.

Menurut Adrin saat dihubungi di Jakarta, Senin (6/3/2017), lahan persawahan lebih banyak membutuhkan air yang bisa membuat permukaan air tanah naik dan memicu terjadinya pergerakan tanah hingga terlihat terbelah.

"Karena sawah membutuhkan banyak air. Begitu airnya melimpah maka banyak yang masuk ke dalam tanah, maka bisa memicu kenaikan muka air tanah," kata Adrin.

Muka air tanah yang naik secara signifikan di daerah tanah berkarakteristik kedap air seperti tanah lempung akan mengurangi kekuatan penyangga tanah sehingga berakibat retakan hingga tanah terbelah.

Namun Adrin memberi pengecualian apabila memang permukiman tidak bisa jauh dari lahan pertanian dengan syarat bangunan rumah bukan permanen.

"Misalkan harus tinggal di daerah seperti itu bangunannya harus disesuaikan bangunannya bukan permanen, tapi rumah panggung. Fondasinya letaknya di atas permukaan tanah, jadi kalau tanahnya itu retak rumahnya tidak akan retak," ujar dia.

Adrin menyebutkan ciri-ciri ada pergerakan tanah di suatu daerah ditandai dengan miringnya pertumbuhan pohon yang sebelumnya tumbuh secara tegak lurus dikarenakan pergerakan tanah di bawahnya.

Kemudian ciri lainnya ialah terjadi retakan kecil pada tanah, yang selanjutnya bertambah besar, dan tanah menjadi ambles. Hal tersebut akan memicu retakan yang lebih panjang dan lebih lebar.

Pergerakan tanah di dataran yang landai akan menyebabkan pergeseran tanah yang terlihat seperti tanah yang terbelah. Sementara pergerakan di dataran dengan kemiringan curam akan menyebabkan longsor berupa luncuran.

Fenomena tanah bergerak terjadi di Dusun Delik, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, pada Kamis (2/3). Kejadian yang serupa juga terjadi akhir Desember 2016 di beberapa kecamatan di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: