Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

IJTI: Pelarangan Siaran Langsung Sidang Megakorupsi E-KTP Sudah Kebablasan

IJTI: Pelarangan Siaran Langsung Sidang Megakorupsi E-KTP Sudah Kebablasan Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) memandang, pernyataan dari Humas Pengadilan Tipikor, Sdr Yohanes Prihana, yang melarang live broadcast Sidang E-KTP sudah kebablasan dan menghalangi hak publik untuk mengetahui informasi.

IJTI memahami, korupsi adalah kejahatan yang luar biasa (extraordinary crime) dan pada perkembangannya korupsi telah terjadi secara sistematis dan meluas, menimbulkan? efek kerugian negara dan menyengsarakan rakyat.

Di sisi lain, korupsi juga dapat memberikan dampak negatif terhadap demokrasi, ekonomi dan kesejahteraan rakyat dan menghambat tata pemerintahan yang baik (good governance).

"Kami memandang, pelarangan live broadcast sidang korupsi E- KTP, tidak sejalan dengan cita-cita masyarakat di Tanah Air untuk memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya, korupsi juga sejejar dengan kejahatan terorisme," kata Ketua Umum IJTI Yadi Hendriana dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (8/3/2017).

IJTI juga memandang, larangan live sidang E-KTP dikhawatirkan, selain akan memasung kebebasan berpendapat, juga rawan terjadi persidangan yang tidak fair dan cenderung mengesampingkan rasa keadilan.

Sidang ini akan menyeret nama-nama besar di panggung politik ke ranah hukum, jangan sampai pelarangan live broadcast sidang e-ktp justru akan menimbulkan masalah baru dengan tidak terbongkarnya mega korupsi secara gamblang dan melindungi tokoh-tokoh tertentu.

"Publik harus tahu dan mengawal sidang E-KTP secara aktif, dan jangan sampai kebebasan Pers yg dijamin UU Pers No. 40 Tahun 1999 terpasung" tutur Yadi Hendriana.

Meskipun demikian, IJTI memandang ada jadwal-jadwal persidangan yang juga harus dihormati dan tidak perlu disiarkan secara langsung. Untuk melindungi keselamatan saksi kunci dan sejumlah saksi dalam sidang, IJTI memandang majelis hakim bisa melarang live broadcast pada saat mendengarkan kesaksikan.

"Tujuannya untuk perlindungan keselamatan saksi dan saling mempengaruhi antara saksi yg dihadirkan pada kesempatan berbeda" ungkap Yadi Hendriana.

Selanjutnya, IJTI meminta kepada Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) untuk memperbolehkan sidang mega korupsi E-KTP dapat disiarkan langsung dari mulai Dakwaan, Tuntutan, Eksepsi, Putusan Sela dan Vonis.

IJTI memandang, Kasus E-KTP adalah kasus korupsi yang merugikan negara dan rakyat. Kasus ini tidak ada hubungannya dengan SARA dan layak diberitakan secara luas. (Right to know dan right to information).

Pers Indonesia berkewajiban memberitakan kasus korupsi E-KTP sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik, P3SPS serta prinsip hukum prasangka tidak bersalah.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: