Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sejumlah Pakar Sebut Sawit Bukan Penyebab Deforestasi

Sejumlah Pakar Sebut Sawit Bukan Penyebab Deforestasi Kredit Foto: Muhamad Ihsan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sejumlah pakar kehutanan menyatakan perkebunan kelapa sawit bukan merupakan penyebab deforestasi atau berkurangnya hutan dan kerusakan lahan di tanah air.

Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Supiandi Sabiham di Jakarta, Kamis (30/3/2017) menyatakan deforestasi mulai terjadi jauh sebelum tahun 1960-an dan puncaknya terjadi tahun 1980-1990-an yaitu saat transmigrasi dan hak pengusahaan hutan (HPH) berkembang pesat yang sebagian besar dari lahan hutan.

Sementara itu, tambahnya, sawit muncul jauh sesudah kerusakan hutan terjadi, yakni setelah tahun 2000-an. Perubahan penggunaan lahan sejak tahun 1990 sampai tahun 2010 berkembang memang sawit.

Namun berdasarkan hasil penelitian yang dia lakukan didapati perkebunan kelapa sawit di Riau dan Kalimantan Barat, dua provinsi yang banyak mengembangkan sawit di lahan gambut, mengkonversi hutan primer hanya kurang dari satu persen.

"Tidak tepat bila deforestasi yang terjadi di Indonesia adalah karena pengembangan perkebunan kelapa sawit," katanya dalam diskusi bertajuk "Benarkah Sawit Penyebab Deforestasi?".

Menurut pakar ilmu tanah dan sumber daya lahan itu, saat ini kebutuhan dunia terhadap minyak nabati sangat tinggi, di lain pihak sumber minyak terbesar dari sawit, yang lainnya jauh di bawah, sepersepuluhnya.

Sementara iut, tambahnya, perkembangan sawit di Indonesia sangat pesat karena kebutuhan internasional, begitu juga kesesuaian tanahnya sangat tinggi untuk pengembangan komoditas tersebut.

Kemudian permasalahannya muncul isu apakah (sawit penyebab) deforestasi dan degradasi, katanya.

Senada dengan itu, Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Yanto Santosa mengatakan di Malaysia sawit dimasukkan dalam kategori hutan sedangkan di Indonesia belum diakui sebagai hutan padahal luasnya mencapai 11 juta hektar.

Menurut hukum Indonesia, tambahnya, deforestasi adalah perubahan secara permanen dari areal berhutan menjadi tak berhutan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia. Menjadi makna perubahan fungsi kawasan hutan untuk kegiatan non kehutanan.

"Kalau hutan menjadi kebun sawit itu jadi deforestasi dalam konteks hukum Indonesia. Kalau kawasan yang atasnya sudah alang-alang, perdebatan soal tutupan ini menjadi aneh. Alang-alang sebagai kawasan hutan walaupun tak ada pohonnya," katanya.

Oleh karena itu pihaknya kemudian melakukan penelitian di empat kabupaten di Riau yakni Kampar, Kuantan Sengigi, Pelalawan dan Siak, hasilnya status hukum kebun sawit yang diteliti bukan penyebab deforestasi.

"Sawit sebenarnya adalah penyelamat dari ancaman deforestasi dalam konteks yg tadinya tak produktif menjadi produktif," ujarnya.

Pakar hidrologi dan konservasi lahan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Chairil Anwar Siregar menyatakan, tidak benar jika sawit merupakan tanaman yang mengganggu keanekaragaman hayati maupun penyerap air paling tinggi.

Menurut dia, sawit bahkan paling efisien dalam pemakaian air, tingkat produktivitas dalam menghasilkan minyak 10 kali lebih tinggi dibandingkan kedelai, begitu juga karbon stok lebih tinggi daripada kedelai serta sedikit dibawah mangium.

Sawit kebanyakan ditanam pada hutan yang terdegradasi jadi tidak tepat jika dikatakakan sawit penyebab deforestasi. Satu 'dosa' sawit, dia tak tumbuh di Eropa. Kalau tumbuh di Eropa, maka selesai perdebatan soal sawit," kata peneliti di Badan Litbang KLHK itu.

Ketua Perhimpunan Sarjana Kehutanan (Persaki) Petrus Gunarso mengatakan, menurut penelitian luar negeri, 85 persen sawit Indonesia membongkar hutan, padahal sebenarnya hal itu tidak benar.

Dia mengungkapkan di Sumatera misalnya, tahun 2000 antara hutan yang terganggu dan perkebunan kelapa sawit tak bersinggungan yang mana hutan yang terdegradasi mencapai 6,5 juta ha sedangkan sawit hanya dua juta ha.

Menurut Petrus, persoalan industri sawit di Indonesia sebenarnya lebih terkait dengan persaingan dagang, karena secara internasional Indonesia dan Malaysia pemasok 85 persen minyak sawit dunia.

"Ini terlalu dominan, sehingga Indonesia akan terus ditodong untuk tanggung jawab. Ada perubahan iklim, hak asasi manusia dan lain-lain. Deforestasi dianggap penyebab utama perubahan iklim. Katanya itu dari fosil fuel, penggunaan di Indonesia kecil dibandingkan di China, AS," katanya. (Ant)

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: