Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

BI Inisiasi Pembentukan Corporate Farming Permudah Akses Pembiayaan

BI Inisiasi Pembentukan Corporate Farming Permudah Akses Pembiayaan Kredit Foto: Fajar Sulaiman
Warta Ekonomi, Semarang -

Bank Indonesia (BI) berinisiasi untuk mendorong pembentukan corporate atau corporative farming melalui Badan Usaha Milik Petani (BUMP) sebagai bagian dari reformasi pangan. Pembentukan ini guna meningkatkan produktivitas pertanian dan mempermudah akses pembiayaan di sektor pertanian.

"Corporate farming itu sebenarnya bagaimana pengelolaan lahan pertanian dikelola dengan pola korporasi atau korporatif dengan profesional. Di Jawa Tengah sudah ada dua daerah, yakni Desa Dalangan Sukoharjo dan Desa Sumberharjo, Prambanan," ujar Gubernur BI Agus Martowardojo di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (31/3/2017).

Dijelaskannya, dalam pembentukan corporate farming ini, nanti para petani yang memiliki lahan terbatas misalnya 0,25 Ha akan disatukan dalam kontrak kerja sama dalam hal pola sarana produksi padi, pola tanam dan pemasaran. Jadi yang semula petani bekerja secara individu, nanti mereka bersatu sehingga pengelolaan lahan jadi lebih luas dan kuat.

"Petani yang luas lahannya terbatas, itu akan diupayakan supaya mereka bisa bekerja sama berbentuk satu kontrak kerja sama antara petani lahan. Kemudian di situ ada corporate management, ada mekanisme pertanian, ada pembiayaan, pemasaran, dan pengelolaan pascapanen. Jadi, lingkup corporate farming ya enam itu. Mereka bekerja sama dapat hamparan misalnya 50 ha, kemudian dikerjasamakan dalam BUMP," ucap Agus.

Melalui pembentukan ini, lanjut Agus, maka para petani juga akan mendapatkan kemudahan akses pembiayaan dari lembaga formal karena skalanya lebih besar sehingga risiko pembiayaannya jadi kecil. "Pembiayaan dari bank juga jadi lebih mudah karena memang skalanya korporasi. BUMP itu bukan kita utamakan kelembagaan tapi asal petani itu bisa berkontrak saja bisa jadi CV atau Firma, yang bisa berhubungan dengan bank dengan lebih efektif," tutur Agus.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter BI Dody Budi Waluyo mengakui, dari sisi pembiayaan, posisi lembaga petani masih lemah, risiko petani di mata perbankan masih tinggi. Makanya kredit terhadap petani relatif rendah.

Menurut catatan BI, tahun lalu mayoritas (55%) petani padi memperoleh pembiayaan dari para tengkulak, pengijon dan pembiayaan informal lainnya. Hanya 15% saja yang memiliki akses terhadap perbankan.

Selain itu, dia meyakini, dengan adanya corporate farming, mekanisme dan alat modern bisa masuk ke sistem produksi sehingga akhirnya produktivitas naik. Kemudian setelah panen, pemasaran dan distribusi produk mereka juga bisa memotong jalur tengkulak dan langsung ke konsumen.

?Selama ini alat modern gak bisa masuk karena lahannya terbatas, kecil-kecil kurang dari 1 hektare. Jadi dengan corporate farming yang penting kelembagaan petani jadi kuat. Saat menghadapi bank, kekuatan mereka naik,? cetus Dody.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Dewi Ispurwanti

Advertisement

Bagikan Artikel: