Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perkembangan Fintech di Indonesia Belum Cukup Memadai

Perkembangan Fintech di Indonesia Belum Cukup Memadai Kredit Foto: Intelijen.co.id
Warta Ekonomi, Jakarta -

Daya dukung di ekosistem "Financial Technology (Fintech)" atau teknologi finansial dalam negeri hingga saat ini belum memadai, padahal Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki potensi besar untuk perkembangan jasa keuangan digital itu, kata Asosiasi Financial Technology Indonesia (Aftech).

"Tidak ada yang cukup ekosistem untuk akselerator, inkubator, yang bisa melengkapi 'start-up' (salah satu pemain 'fintech') dengan pengetahuan dan kemampuan jadi entrepreneur yang baik," kata Dewan Penasihat Asosiasi Financial Technology Indonesia (Aftech) Mahendra Siregar di Jakarta, Selasa petang (23/5/2017).

Hal tersebut dikatakan Mahendra dalam perayaan tahun pertama hari jadi Aftech dan perayaan 100 anggota yang terdaftar dalam Aftech. Sebanyak 100 pelaku "Fintech" atau dikenal juga dengan perusahaan teknologi finansial (tekfin) itu terdiri atas 81 perusahaan rintisan (start up) dan 19 lembaga jasa keuangan.

Mahendra mengatakan ekosistem tekfin di Indonesia memang belum terbentuk menyeluruh. Hal tersebut juga karena industri tekfin yang baru lahir di Indonesia, sehingga pemerintah dan regulator di bidang Teknologi dan jasa keuangan harus beradaptasi. Mantan Kepala BKPM tersebut mencontohkan masih sulitnya perizinan perusahaan "start-up". Bahkan ketentuan dan prosedur perizinan malah kerap menghilangkan fleksibilitas yang menjadi ciri khas perusahaan "start-up".

"Di Indonesia begitu sebuah 'start-up' minta izin menjadi suatu badan usaha yang sah maka diarahkan oleh Kemenkum HAM ke bentuk PT Konvensional, kemudian harus ada komisaris, harus ada direksi. Ini tidak kondusif karena ini yang merupakan penghambat lincahnya, fleksibelnya 'start-up'," ujar dia.

Tantangan perkembanga tekfin juga datang dari investor. Menurut Mahendra, kerap ada ketidaksesuaian antara keinginan investor dan karakteristik Tekfin, terutama terkait prospek keuntungan yang diperoleh Tekfin. "Investor nanyanya pas awal-awal sudah, kapan kamu 'payback' periode-nya, keuntungannya berapa ?. Bingung deh tuh. Jadi seperti masih ada 'missmatch'," ujar dia. Namun, di samping itu, Mahendra menghargai terobosan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang selama ini mampu berdialog dengan para industri tekfin.

"Yang perlu diingat industri finansial itu sektor yang sangat terikat dengan peraturan yang ketat. Nah, tekfin adalah sebaliknya, harus rileks dan agak destruktif. Maka itu..." ujar Mahendra.

Deputi Komisioner Manajemen Strategi 1A OJK Imansyah mengharapkan perusahaan tekfin dapat lebih memanfaatkan ruang dialog yang telah dibangun regulator. "OJK memiliki wadah komunikasi berupa forum multi agency yang diharapkan mampu mendukung kolaborasi start up dan regulator yang lebih mudah," ujar Imansyah. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: