Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

BPK Temukan Laporan Keuangan APBN Masih Pakai Sistem Kas

BPK Temukan Laporan Keuangan APBN Masih Pakai Sistem Kas Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2016 mengemukakan temuan mengenai perlunya sistem kontrol subsidi supaya tidak melampaui defisit yang ditentukan Undang-Undang.

"Subsidi atau PSO 'positioning'-nya secara legal dibiarkan lepas, artinya meskipun subsidi dianggarkan sejumlah A dalam APBN, tapi UU APBN membiarkan boleh melampaui anggaran dengan alasan tertentu. Jadi perlu ada sistem yang mengontrol supaya subsidi tidak melampaui defisit yang ditentukan," kata Anggota II BPK Bidang Perekonomian Agus Joko Pramono di Jakarta, Jumat (26/5/2017).

BPK juga menyampaikan temuan mengenai defisit anggaran dalam APBN yang pengukurannya masih menggunakan sistem pelaporan keuangan berbasis kas. "Defisit APBN pengukurannya selama ini berbasis kas sehingga terjadi model pembayaran yang menyebabkan perhitungan defisit APBN yang tidak menunjukkan angka yang sebenarnya," kata Agus.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa selama ini perlakuan Kementerian Keuangan dalam mengelola APBN adalah dengan membayar apa yang ada di dalam Undang-Undang APB atau APBN-P. Padahal kenyataannya, lanjut dia, bisa saja tagihannya lebih besar. Apabila pemerintah menggunakan sistem pencatatan berbasis akrual, maka penghitungan subsidi yang harus dilaporkan menjadi tidak boleh hanya sekadar yang dibayar tetapi sebesar tagihannya.

Sebagaimana diketahui, sistem pencatatan keuangan berbasis akrual memiliki perbedaan dengan sistem berbasis kas yang selama ini digunakan pemerintah. Basis akrual akan mencatatkan baik kewajiban maupun hak yang harus diterima oleh pemerintah, bahkan yang transaksinya belum diterima, tetapi sudah diperjanjikan. Misalnya ada kontrak yang sebetulnya belum diterima tetapi akan diterima beberapa tahun di muka, maka itu sudah mulai dicatat dan dihitung di dalam postur akuntansinya.

"Implikasinya nanti, tentu dari sisi yang positif, pemerintah harus disiplin. Kalau UU APBN menyebutkan subsidi harus sekian ya harus sama-sama dilaksanakan. Karena kalau tidak dilaksanakan maka berimplikasi pada penganggaran subsidi tersebut lebih besar. Kalau penganggaran subsidi lebih besar, meskipun kalau kita belum bayar, BPK tetap akan menghitung jumlah defisitnya termasuk yang belum kita bayar," kata Sri.

Sri mengatakan penerapan pencatatan keuangan berbasis akrual juga perlu memperhatikan konsep maksimum defisit anggaran tiga persen dari produk domestik bruto.

"Kami bahas dan sampaikan ke Kemenko Perekonomian dan BPK implikasi terhadap 'stand' dari defisit fiskal defisit yang akan cenderung lebih kecil, karena berarti kita harus memberikan 'buffer' yang lebih besar apabila terjadi hal-hal di luar kesepakatan dalam UU APBN. Itu pesan penting dalam penyampaian BPK," kata dia. (ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: