Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Raksasa Energi Qatar Petroleum, Tidak Terkena Imbas dari Krisis dengan Negara Teluk

Raksasa Energi Qatar Petroleum, Tidak Terkena Imbas dari Krisis dengan Negara Teluk Kredit Foto: Reuters/Fadi Al-Assaad
Warta Ekonomi, Jakarta -

Raksasa energi Qatar Petroleum mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Sabtu (10/10/2017) bahwa itu adalah "bisnis seperti biasa" meskipun terjadi krisis diplomatik spiral yang melibatkan Doha dan tetangganya di Teluk.

Dalam upaya untuk meyakinkan pelanggan, perusahaan yang dikelola negara tersebut mengatakan telah "memobilisasi semua sumber daya yang ada" untuk mengurangi setiap tindakan yang dapat mengganggu pasokan.

"Qatar Petroleum, dan anak perusahaannya, ingin menegaskan bahwa mereka menjalankan bisnis seperti biasa, operasi dan bisnis hulu, hilir, dan hilirnya, dan dalam semua aktivitas di semua fasilitas kelas dunia QP," bunyi pernyataan tersebut, sebagaimana dikutip dari laman Channel NewsAsia, di Jakarta, Senin (12/6/2017).

Qatar adalah negara terbesar di dunia dari Liquified Natural Gas (LNG), dan memproduksi hingga 77 juta ton gas setiap tahunnya.

Pada bulan April, Qatar mengumumkan bahwa pihaknya meningkatkan produksi di lapangan gas terbesar di dunia, Ladang Gas Utara, di lepas pantai utara negara bagian Teluk, yang dibagikan dengan Iran.

Sektor gas telah membantu mengubah emirat kecil menjadi salah satu negara terkaya di dunia, memicu kenaikannya menjadi pemain regional utama dan membantu mendanai proyek infrastruktur besar seperti Piala Dunia 2022, yang akan diselenggarakan oleh Qatar.

Pernyataan Qatar Petroleum muncul saat krisis diplomatik terbesar melanda negara-negara Teluk selama bertahun-tahun.

Pada hari Senin, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir dan Bahrain memimpin serangkaian negara yang memutuskan hubungan dengan Qatar atas apa yang mereka sebutkan sebagai pembiayaan emirat kelompok ekstremis dan hubungannya dengan Iran, saingan utama Arab Saudi.

Qatar dengan keras membantah klaim tersebut, dan mengatakan bahwa mereka menjadi korban sebuah kampanye yang diatur untuk memaksa Doha mengubah kebijakan luar negerinya.

Krisis yang terjadi mengancam untuk menarik banyak negara, dan pada hari Jumat Presiden AS Donald Trump menuduh Qatar sebagai "penyandang dana terorisme pada tingkat yang sangat tinggi".

Pada hari Sabtu, Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani terus melakukan serangan diplomatik di Eropa, bertemu dengan rekannya dari Rusia Sergei Lavrov di Moskow.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo

Advertisement

Bagikan Artikel: