Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Undang-Undang Baru Izinkan Pihak Berwenang Penjarakan Para Militan yang Kembali ke Tanah Air

Undang-Undang Baru Izinkan Pihak Berwenang Penjarakan Para Militan yang Kembali ke Tanah Air Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia akan menyetujui sebuah undang-undang yang mengizinkan pihak berwenang untuk memenjara selama 15 tahun kepada warga negara yang pulang ke Tanah Air setelah bergabung dengan kelompok militan di luar negeri, seorang anggota parlemen mengatakan pada hari Rabu (21/6/2017).

Pengetatan undang-undang anti-terorisme di negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia muncul saat kekhawatiran tumbuh mengenai penyebaran pengaruh Islamic State atau Negara Islam, dan ketakutan bahwa mereka menginginkan adanya pijakan di Asia Tenggara karena kehilangan wilayah di Timur Tengah.

"Kode kriminal yang baru mengadopsi prinsip universalitas, yang berarti bahwa dimanapun seorang warga negara Indonesia melakukan kejahatan, mereka dapat diproses secara hukum di Indonesia," ujar anggota parlemen Arsul Sani, yang merujuk pada terorisme, sebagaimana dikutip dari laman Reuters, di Jakarta, Rabu (21/6/2017).

"Mereka bisa menghadapi hukuman selama 15 tahun penjara," ujarnya.

Perundang-undangan tersebut kemungkinan akan disetujui pada bulan September, ungkap legislator. Instansi penegak hukum telah lama mengeluhkan ketidakmampuan mereka untuk berurusan dengan orang-orang yang telah bepergian ke luar negeri dalam rangka bergabung dengan Islamic State dan kemudian kembali ke dalam negeri.

Pihak berwenang percaya bahwa Islamic State memiliki ribuan simpatisan di Indonesia. Ratusan pria, wanita, dan anak-anak Indonesia diperkirakan telah melakukan perjalanan ke Suriah dalam beberapa tahun terakhir, dan pihak berwenang percaya bahwa sekitar 400 orang Indonesia telah bergabung dengan Islamic State. Puluhan orang diyakini telah kembali ke Asia Tenggara.

Wilayah tersebut, yang berpenduduk berkisar 600 juta jiwa, telah mengalami serangan militan secara periodik selama bertahun-tahun sejak serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat. Secara khusus, Filipina dan Indonesia telah melihat serangan militan yang mengklaim tindakan tersebut sebagai kesetiaan kepada al Qaeda, dan baru-baru ini merujuk ke Islamic State.

Pasukan pemerintah di Filipina yang berpenduduk mayoritas Kristen, telah memerangi militan yang terkait dengan Islamic State di sebuah kota di selatan yang berpenduduk mayoritas Muslim selama sebulan terakhir.

Di Indonesia, sebuah serangan bom bunuh diri oleh gerilyawan yang diilhami oleh Islamic State di sebuah stasiun bus bulan lalu yang menewaskan tiga petugas polisi.

Pengetatan undang-undang keamanan di Indonesia merupakan bagian dari revisi yang diminta Presiden Joko Widodo untuk beradaptasi dengan bahaya baru tersebut. Perubahan akan memperluas definisi terorisme dan memberi wewenang kepada polisi untuk menahan tersangka tanpa diadili lebih lama.

Polisi juga akan diberdayakan untuk menangkap orang-orang karena perbuatan hate speech atau karena menyebarkan konten radikal, dan juga mengambil bagian dalam latihan paramiliter atau bergabung dengan kelompok-kelompok yang telah dilarang.

Kapolri Tito Karnavian mengatakan pada hari Rabu bahwa keamanan telah diperketat menjelang perayaan Idul Fitri akhir pekan ini, yang menandai berakhirnya bulan puasa umat Muslim di bulan Ramadan. Dia mengatakan 38 tersangka militan telah ditahan dalam beberapa pekan terakhir.

Negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura sudah memiliki undang-undang keamanan internal yang ketat dimana memungkinkan penahanan yang panjang tanpa pengadilan kepada pelaku teror.

Mengantisipasi atas lonjakan kekerasan di Filipina selatan, Indonesia, Malaysia, dan Filipina minggu ini melakukan patroli udara dan laut bersama untuk mencegah militan menyeberangi perbatasan bersama mereka.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo

Advertisement

Bagikan Artikel: