Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Merajut Asa ke Tanah Suci dengan BPJS Kesehatan

Merajut Asa ke Tanah Suci dengan BPJS Kesehatan Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menjalankan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang dicanangkan pemerintah sejak 2014 tidaklah mudah. Berharap penerapan JKN-KIS dapat semulus jalan tol, namun justru Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan selaku pengelola program JKN-KIS selalu dihadapkan banyak tantangan yang cukup berat.

Mulai dari banyaknya keluhan masyarakat yang sering ditolak oleh rumah sakit karena memakai kartu BPJS Kesehatan, birokrasi yg belum dipahami banyak masyarakat, perusahaan asuransi yang merasa dirugikan dengan kehadiran JKN-KIS, belum tercovernya seluruh rakyat Indonesia, hingga missmatch pendapatan iuran terus menghantui BPJS Kesehatan.

Namun perlahan tapi pasti, BPJS Kesehatan terus melakukan berbagai strategi guna mencari solusi atas permasalahan tersebut. Misalnya terus melakukan sosialisasi, menambah mitra kerja sama Fasilitas Kesehatan Tingkat Satu (FKTP), Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), skema baru koordinasi manfaat (Coordination of Benefit/ CoB) dengan asuransi komersil.

Selain itu BPJS Kesehatan juga menggandeng bank BUMN dan Swasta dalam rangka pembiayaan tagihan fasilitas kesehatan swasta melalui program Supply Chain Financing. Kerja sama tersebut dilakukan agar likuiditas/ keuangan dan fasilitas kesehatan swasta tetap terjaga dan pelayanan peserta dapat berjalan baik.

Sementara untuk mencegah membengkaknya missmatch, ada aturan baru yang mengharuskan seluruh keluarga mendaftarkan diri anggotanya dengan sistem satu Virtual Account dan denda keterlambatan dan pencabutan jaminan sementara bagi peserta yang menunggak iuran. Dengan begitu maka peserta akan lebih tertib membayar iuran sehingga missmatch dapat dikurangi. Tak lupa, BPJS Kesehatan juga telah menambah banyak jaringan dan mitra pembayaran agar masyarakat semakin mudah membayar iuran.

Beragam strategi itu akhirnya membuahkan hasil, banyak masyarakat yang kini merasakan manfaatnya memiliki kartu JKN- KIS BPJS Kesehatan. Contohnya adalah Budiman, warga Kota Bambu Selatan, Jakarta Barat yang merasa beruntung dengan kehadiran BPJS Kesehatan.

Nurlaila, istri dari Budiman tidak bisa membayangkan apa jadinya bila BPJS Kesehatan tidak melindungi jaminan kesehatan keluarganya. Pasalnya 2 tahun yang lalu tepatnya September 2015, Budiman suaminya mengalami sakit jantung dan harus dioperasi di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta Barat dengan rujukan dari Rumah Sakit Pelni, Jakarta.

"Kalau tidak ada BPJS Kesehatan saat itu mungkin saya sudah menjual tanah sebagian atau mencari utang untuk menutupi operasi jantung suami saya," ujar Nurlaila yang tinggal di bilangan Slipi, Kota Bambu Selatan, Jakarta, Jumat (30/6/2017).

Dia menuturkan, biaya operasi jantung suaminya sangatlah besar, karena pihak Rumah Sakit Jantung Harapan Kita mengenakan tarif sebesar Rp60 juta untuk pemasangan kateter atau balon guna membuka penyumbatan pembuluh darah di jantungnya.

"Untungnya kami punya kartu BPJS Kesehatan kelas III, sehingga langsung dibayarkan full Rp60 juta oleh BPJS Kesehatan. Bahkan untuk prosesnya sangat gampang, waktu itu saya langsung ke UGD serahkan Kartu Keluarga (KK) dan kartu BPJS Kesehatan, setelah itu langsung ditangani," cerita dia.

Bukan saat itu saja, nurlaila mengatakan, BPJS Kesehatan terus membantu suaminya dengan membiayai seluruhnya kontrol dan pengecekan sakit jantung suaminya di rumah sakit hingga sekarang.

"Saat ini, sebulan dua kali bapak ke rumah sakit untuk melakukan kontrol jantung pakai rujukan dari puskesmas. Biaya obat-obat dan dokter spesialis yang totalnya sebesar Rp1,1 juta seluruhnya ditanggung BPJS Kesehatan," jelas Lala, panggilan akrab Nurlaila.

Adapun terkait banyaknya antrian di rumah sakit setiap berobat, menurut Lala hal yang wajar. Sebab yang menggunakan BPJS Kesehatan sangatlah banyak. "Wajarlah karena yang berobat pakai BPJS Kesehatan kan banyak, orang lain juga pakai BPJS Kesehatan jadi sabar saja. Makanya tiap berobat selalu datang sejak pagi-pagi sekali," katanya.

Dengan kehadiran BPJS Kesehatan, Lala tak perlu pusing lagi memikirkan biaya pengobatan suaminya yang sakit jantung dan harus kontrol tiap bulan. Bahkan kini, dia dapat merajut asa pergi haji ke tanah suci, Mekkah, Arab Saudi bersama suaminya 5 tahun mendatang. Karena itu dia komitmen biaya pengobatan suaminya yang seharusnya Rp1,1 juta, sebagian akan ditabungkan untuk pergi haji.

"BPJS Kesehatan sangat meringankan keluarga kami. Kalau nggak ada BPJS Kesehatan bisa nggak kekumpul uang untuk pergi haji nanti," tutup Lala.

Mungkin bukan hanya Lala yang merasakan manfaat BPJS Kesehatan. Pasti masih banyak ribuan lala yang mengalami bahwa BPJS Kesehatan sangat membantu diri dan keluarganya. Dari pengalaman itu juga terbukti bahwa skema gotong royong yang dilakukan BPJS Kesehatan sangatlah tepat.

Oleh karena itu, BPJS Kesehatan mencanangkan cakupan semesta (universal health coverage/UHC) jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat Indonesia pada 2019.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, cakupan semesta dilakukan dengan cara percepatan rekrutmen peserta, mobilisasi peran strategis kelembagaan baik pemerintah maupun non pemerintah untuk menggerakan partisipasi dan peran serta masyarakat agar sadar memiliki jaminan kesehatan.

Selain itu Fachmi berharap juga pada peran aktif Kader JKN-KIS melalui organisasi kemasyarakatan, keagamaan yang memiliki struktur nasional daerah berbasis masyarakat dengan pola kerjasama dan pertanggungjawaban yang jelas.

"Tidak mudah memang untuk menjalankan amanah mulia ini. Namun kami yakin, dengan dukungan dari para stakeholder serta dengan kerja keras dari seluruh Duta BPJS Kesehatan di seluruh Indonesia, pencapaian target kelembagaan ini akan dapat berhasil diraih dengan gemilang, meskipun di tengah tantangan dan permasalahan yang tidak pula ringan," cetus Fachmi Idris.

Data BPJS Kesehatan menyebutkan, jumlah pemanfaatan di fasilitas kesehatan oleh peserta BPJS Kesehatan sampai dengan 31 Desember 2016 mencapai 192,9 juta kunjungan/kasus, yaitu terdiri dari 134,9 juta kunjungan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (Puskesmas, Dokter Praktik Perorangan, dan Klinik Pratama/Swasta) termasuk angka rujukan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), serta 50,4 juta kunjungan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (Poliklinik RS) dan 7,65 juta kasus Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RS).

Adapun dampak JKN-KIS terhadap jasa kesehatan yang diselenggarakan pemerintah mencapai Rp57,9 triliun, industri farmasi Rp10,1 triliun, industri alat kesehatan Rp0,20 triliun, jasa kesehatan dan kegiatan sosial swasta Rp14,6triliun serta JKN-KIS Rp6,8 triliun. Industri makanan, minuman dan tembakau terdampak Rp17,2 triliun, perdagangan selain mobil dan sepeda motor Rp7,5 triliun, jasa angkutan, pos dan kurir Rp3,5 triliun, jasa keuangan dan persewaan Rp2,4 trilun dan sektor lain Rp38,6 triliun.

Sementara hingga Juni 2017, jumlah peserta JKN-KIS telah mencapai 177.948.712 jiwa. Dalam menyediakan pelayanan kesehatan, BPJS Kesehatan juga telah bekerja sama dengan 20.831 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang terdiri atas 9.825 Puskesmas, 4.521 Dokter Praktik Perorangan, 5.321 Klinik Pratama, 14 RS Tipe D Pratama, dan 1.150 Dokter Gigi Praktik Perorangan.D i samping itu, BPJS Kesehatan juga telah bermitra dengan 5.380 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) yang di dalamnya mencakup 2.148 RS dan Klinik Utama, 2.240 Apotek, dan 992 Optik.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Fajar Sulaiman

Advertisement

Bagikan Artikel: