Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

DPR Bantah RUU Perkelapasawitan Overlaping dengan UU Perkebunan

DPR Bantah RUU Perkelapasawitan Overlaping dengan UU Perkebunan Kredit Foto: Vicky Fadil
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Panja RUU Perkelapasawitan Firman Soebagyo membantah tuduhan bahwa RUU ini overlaping dengan UU Perkebunan. Karena UU Perkebunan itu mengatur 127 komoditi, sementara itu, UU ini mengatur khusus tentang kelapa sawit.

"Oleh karena itu, untuk menyelesaikan perkelapasawitan perlu sebuah UU yang sifatnya lex specialis. Karena sawit itu sudah memberikan kontribusi terhadap negara berupa devisa yang jumlahnya Rp300 triliun per tahun atau sudah di atas penerimaan negara dari sektor minyak dan gas bumi," kata Firman di Jakarta, Minggu (9/7/2017).

Dia menambahkan, sawit itu juga terbukti bisa mengatasi kesenjangan ekonomi masyarakat di Pulau Jawa dan luar Jawa. Di sisi lain ada juga persoalan petani dan masyarakat adat yang perlu ditata ulang dan diatur karena banyaknya lahan milik masyarakat yang dihutankan kembali oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

"Ada 1,7 juta hektare (ha) lahan milik petani di Riau statusnya belum jelas. Di sisi lain yang namanya sawit ini dihadapkan pada kompetitor Malaysia yang sudah punya UU yang lebih rigid, sedangkan pasar CPO dunia itu yang menguasai Indonesia," katanya.

Firman yang juga Anggota Komisi IV DPR ini menegaskan, jika Indonesia tidak segera memiliki regulasi, maka tak menutup kemungkinan akan digeser Malaysia sehingga potensi penerimaan negara akan mengalami penurunan. Di sisi lain, dengan UU ini akan mengatur hulu-hilir perkelapasawitan nasional. "Termasuk pemerintah itu harus punya grand startegy atau roadmap sawit nasional," katanya.

Untuk itu, Wakil Ketua Baleg DPR ini meminta Mentan Arman Sulaiman tidak perlu merespon dan menidaklanjuti surat instruksi Mensesneg tersebut.

Sebelumnya, Mentan Amran Sulaiman meminta LSM agar menghentikan kampanye hitam terhadap sawit, sebab keberadaan komoditas tersebut sangat menguntungkan Indonesia. Apalagi, tambahnya, ada komunitas di bawah sawit dan pekerja sawit jumlahnya sekitar 11 juta. "Kalau harga CPO jatuh, petani akan mencari penghasilan lain. Kalau cari penghasilan lain, biasanya membabat hutan. Tidak ada yang bisa mencegah hal itu," katanya. (ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: