Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

KPPU Akui Masih Terkendala SDM untuk Tambah Kantor Perwakilan

KPPU Akui Masih Terkendala SDM untuk Tambah Kantor Perwakilan Kredit Foto: Tri Yari Kurniawan
Warta Ekonomi, Makassar -
Memasuki usia ke-17 tahun, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mempertimbangkan penambahan kantor perwakilan. Langkah tersebut sebagai upaya untuk memberangus praktik kartel atau mafia dalam dunia usaha. Namun, asa tersebut tidak mudah untuk direalisasikan dalam waktu dekat. KPPU terkendala terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas dan berintegritas.?
Ketua KPPU, Muhammad Syarkawi Rauf, mengakui tidak mudah untuk mendapatkan SDM yang memiliki kecerdasan dan berintegritas. Pihaknya tidak mau buru-buru menambah kantor perwakilan jika nantinya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Selain kemampuan anggaran, kata dia, harus disiapkan SDM yang kredibel dan terpercaya. Terlebih, bertugas di KPPU penuh dengan ancaman dan godaan dari pelaku usaha.
"Di usianya yang ke-17 tahun, KPPU berupaya mempertahankan citra sebagai lembaga yang kredibel. Itu artinya KPPU harus diisi oleh orang-orang terbaik dan berintegritas. Soal penambahan kantor perwakilan, ya memang sulit untuk membentuk KPPU dengan kualitas yang sama pada semua lini," kata Syarkawi, saat berbincang dengan Warta Ekonomi pada Forum Jurnalis Persaingan Usaha Kantor Perwakilan Daerah KPPU Makassar, belum lama ini.
Berdasarkan data KPPU, kantor perwakilan dari lembaga anti-persaingan usaha tersebut hanya tersebar di lima kota. Rinciannya yakni di Makassar, Surabaya, Medan, Balikpapan dan Batam. Struktur kelembagaan KPPU juga belum terlalu kuat di tingkat pusat yang hanya bewujud sekretariat, bukannya sekretariat jenderal. Situasi tersebut membuat ruang gerak KPPU masih cukup terbatas lantaran masih berada di bawah Kementerian Perdagangan.?
Menurut Syarkawi, penambahan kantor perwakilan KPPU perlu pertimbangan matang. Toh, di luar negeri, rata-rata lembaga anti-persaingan usaha tidak membuka kantor cabang secara massif di daerah. Kebijakan itu bertujuan agar pengawasannya lebih terfokus ditambah sulitnya mendapatkan SDM terpercaya. "Di Jerman misalnya untuk pengadilan keberatan dari lembaga anti-persaingan usahanya tersentral di satu daerah. Hanya ada pengadilan tunggal."
Terlepas dari itu semua, Syarkawi mengaku kemungkinan penambahan kantor perwakilan tetap terbuka. Musababnya, bisnis semakin bergerak cepat diiringi potensi praktik persaingan yang tidak sehat. Bos KPPU tersebut menyebut sebenarnya pihaknya mempertimbangkan untuk membuka kantor cabang di beberapa daerah. Salah satunya Semarang, Jateng, yang disebutnya memiliki pertumbuhan UKM yang sangat tinggi.
"Kami memang sedang mempertimbangkan buka kantor perwakilan di Semarang. Itu karena jumlah UKM-nya sangat besar sehingga keberadaan lembaga anti-persaingan usaha sangat diperlukan," ucap alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin (Unhas) tersebut.
Direktur Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, yang turut hadir dalam kegiatan tersebut memaparkan KPPU mutlak diisi oleh SDM berintegritas. Masalahnya, sulit untuk mendapatkan orang pintar yang berintegritas dalam jumlah besar di Indonesia. "Itu penyakit di Indonesia. Ibaratnya orang KPPU itu separuh kakinya di neraka dan separuhnya lagi di surga. Makanya kalau mau baik, yang masuk di KPPU haruslah orang berintegritas," ujar dia.
Menurut Zainal, kebutuhan adanya kantor perwakilan KPPU, khususnya di kota besar cukup mendesak. Tapi, lagi-lagi tidak baik memaksakan pembukaan kantor cabang bila tidak dibarengi oleh SDM berintegritas. Dianjurkannya menerapkan sistem zonasi. Ia juga mengingatkan jangan nasib KPPU seperti pengadilan tipikor yang mulai kehilangan kepercayaan publik. Diketahui banyak pengadilan tipikor karena tidak didukung SDM berintegritas tertimpa masalah, seperti kasus suap hakim.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Vicky Fadil

Advertisement

Bagikan Artikel: