Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Di Markas PBB, Gapki Akan Protes Soal Diskriminasi Barat ke Kepala Sawit

Di Markas PBB, Gapki Akan Protes Soal Diskriminasi Barat ke Kepala Sawit Kredit Foto: Gapki
Warta Ekonomi, New York -

Delegasi RI siap menjelaskan kondisi objektif sektor perkebunan kelapa sawit Indonesia dalam pertemuan tingkat tinggi di Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) New York, Amerika Serikat, pada Rabu (6/9/2017) pekan ini.

Setelah pertemuan ini, pemerintah dan dunia usaha berharap negara barat lebih proporsional dalam menilai sektor pendulang devisa terbesar ini.

"Mereka (Eropa dan Amerika Serikat, red) sering tidak proporsional. Kami akan menjelaskan semuanya," kata Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan di New York, Senin (4/9/2017).

Fadhil menjadi salah satu delegasi Gapki?dalam pertemuan di PBB ini. Selain Fadhil, ikut hadir Ketua Umum Gapki?Joko Supriyono yang akan menjadi pembicara, Wakil Ketua Umum Gapki?Mona Surya, dan Juru Bicara Gapki?Tofan Mahdi.

Dalam pertemuan tingkat tinggi yang digagas UNDP (Badan PBB untuk Program Pembangunan) tersebut, Joko Supriyono akan memaparkan aspek ekonomi dan ekologi sektor kelapa sawit di Indonesia. Fadhil mengatakan dibandingkan Malaysia, sektor sawit Indonesia lebih banyak disorot khususnya terkait isu-isu lingkungan dan keberlanjutan.

"Tidak ada pembangunan yang sempurna. Tapi jangan sampai, sorotan tata kelola sawit yang berkelanjutan itu sekadar kedok untuk menekan Indonesia dalam negosiasi perdagangan," sebutnya.

Selain pertemuan tingkat tinggi di PBB, delegasi RI juga akan menghadiri sejumlah diskusi dan pertemuan informal dengan UNDP, perwakilan pemerintah AS, dan melakukan kunjungan ke pabrik cokelat Mars Inc yang merupakan buyer minyak sawit dari Indonesia.

Selain Indonesia, negara lain juga diundang dalam pertemuan tingkat tinggi di PBB tersebut yaitu Peru (peternakan sapi), Brasil (perkebunan kedelai), dan Liberia (sawit). Selain Indonesia, ketiga negara ini juga banyak disorot terkait tata kelola lingkungan mereka. Ia?mengatakan sikap kritis dari negara maju termasuk badan dunia seperti PBB bisa dimengerti.

"Namun jangan mudah melakukan menggeneralisasi. Dampak ekonomi sawit sudah pasti besar, tetapi dampak lingkungannya bisa kita perdebatkan," paparnya.

Fadhil menegaskan Indonesia memiliki komitmen yang kuat untuk terus mencapai tata kelola perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: