Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Aktivis Inggris: Stop Genosida Etnis Rohingya!

Aktivis Inggris: Stop Genosida Etnis Rohingya! Kredit Foto: Antara/Irsan Mulyadi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Aula ceramah di London Muslim Center dengan cepat terisi para jamaah setelah sholat subuh untuk sebuah pertemuan mendesak mengenai krisis yang dihadapi umat Rohingya di Myanmar.

Selama bulan lalu, laporan telah disaring dari korban pembunuhan massal, penyiksaan, dan pelanggaran lainnya yang ditujukkan kepada komunitas Muslim terutama oleh militer Myanmar.

Aksi kekerasan terakhir di Negara Rakhine di Myanmar bermula pada bulan lalu ketika tentara Rohingya menyerang sekitar 30 pos polisi dan pangkalan militer, yang memicu sebuah tindakan keras dari pihak militer. Kekerasan tersebut diyakini telah menewaskan lebih dari 1.000 orang, dan mengkatalisis sebuah krisis pengungsi di negara tetangga Bangladesh, di mana hampir 300.000 etnis Rohingya telah melarikan diri.

Didukung oleh jumlah pemilih di masjid di wilayah London Timur di Tower Hamlets pada hari Jumat malam, panitia acara tersebut Abdullah Faliq mengeluarkan seruan untuk hadirin, banyak di antaranya berjuang untuk mendapatkan tempat duduk atau berdiri di lorong.

"Berapa banyak dari kita yang menulis ke MP (Members of Parliament) kita?" tanyanya, kurang dari belasan orang mengangkat tangan mereka.

"Berapa banyak dari kita yang menelepon atau menulis surat kepada kedubes Burma di Myanmar?" Lanjut Faliq, yang bahkan lebih sedikit mengangkat tangan.

"Berapa banyak dari kita yang pergi ke demonstrasi baru-baru ini?" tanyanya lebih lanjut, memunculkan respons yang lebih antusias, sebagaimana dikutip dari Al Jazeera, Senin (11/9/2019).

Faliq dan yang lainnya berbicara kepada khalayak di mana mereka tidak berusaha untuk menyembunyikan ketakutan mereka bahwa perhatian saat ini terhadap situasi Rohingya adalah siklus berita yang dapat dengan mudah beralih ke masalah lain, yang mana mengambil korban kekerasan di Myanmar dari kesempatan untuk suara dapat terdengar dan juga membiarkan pemerintahnya lolos dari dugaan pelanggaran.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo

Advertisement

Bagikan Artikel: