Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

DPR Minta KPK Tak Sembarang Asal Menyadap Orang

DPR Minta KPK Tak Sembarang Asal Menyadap Orang Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Komisi III DPR mendesak KPK memperbaiki prosedur penyadapan yang dilakukan institusi tersebut karena masih ada kontennya yang tidak terkait dengan pokok perkara, kata Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo.

"Bagaimana ke depan kami mendorong KPK memperbaiki yang kurang sempurna, misalnya dibahas terkait penyadapan," kata Bambang usai Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR dengan KPK, di Gedung Nusantara II, Jakarta, Selasa.

Menurut dia, masih ada konten penyadapan yang tidak terkait dengan pokok perkara, masuk ke pengadilan namun tersiar ke ruang publik dan sudah dipahami KPK yang akan dilakukan langkah-langkah perbaikan.?Dia mengatakan Komisi III DPR memiliki tanggung jawab terhadap kinerja KPK karena para pimpinan KPK dipilih oleh Komisi III.

"Karena itu suksesnya pimpinan KPK ke depan adalah suksesnya Komisi III DPR yang memilih. Tapi kalau ada kegagalan maka kami tidak bisa lepas dari tanggung jawab," ujarnya.

Bambang mengatakan untuk pertemuan selanjutnya antara Komisi III DPR dengan KPK ke depan ada dua alternatif yaitu pekan depan di DPR atau rapat kerja di gedung KPK.?Menurut dia, pertemuan lanjutan itu akan membahas mengenai masalah alur proses penegakan hukum di KPK, mulai Pengaduan Masyarakat, Pengumpulan Bahan dan Keterangan (Pulbaket), penyelidikan, penyidikan, dan penyadapan.

"Intinya adalah membahas atau menuntaskan apa yang tadi kita bicarakan dan memperoleh berbagai jawaban ditanyakan anggota Komisi III DPR," katanya.

Dalam RDP tersebut Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan penyadapan yang dilakukan KPK tidak bisa dilakukan sembarangan karena ada mekanisme yang mengaturnya.?Dia menjelaskan, penyadapan berawal dari usul Direktorat Penyelidikan KPK setelah melakukan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) yang disampaikan ke pimpinan KPK.

Menurut dia, apabila lima pimpinan setuju dan menandatangani surat perintah penyadapan (sprindap), kegiatan baru bisa dilakukan.?"Yang menyadap bukan Direktorat Penyelidikan, tapi Direktorat Monitoring di bawah Deputi Informasi dan Data (Inda) KPK," kata Agus. (ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: