Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

LPEM UI: PP Gambut Ganggu Investasi Industri Rp277,32 Triliun

LPEM UI: PP Gambut Ganggu Investasi Industri Rp277,32 Triliun Kredit Foto: Vicky Fadil
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kajian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) mengungkapkan Peraturan Pemerintahan (PP) tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut yang tertuang dalam PP 71/2014 jo. PP 57/2016 berpotensi menganggu investasi pada sektor kehutanan dan perkebunan lebih dari Rp277,32 triliun.

"Saat ini total investasi industri hulu dan hilir kehutanan dan investasi hulu dan hilir perkebunan yang dibiayai pinjaman dalam negeri mencapai Rp83,75 triliun dan pinjaman luar negeri senilai Rp193,57 triliun," kata peneliti LPEM-UI DR Riyanto di Jakarta, belum lama ini.

Riyanto berpendapat pembangunan infrastruktur yang digagas Presiden Jokowi menjadi tidak bermanfaat jika masih ada regulasi yang menakutkan bagi investor yang sudah dan akan berinvestasi.

Pemerintah Jokowi giat menarik investasi dengan membangun infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, listrik, energi, dan air bersih. Bahkan di tingkat daerah, pemprov berlomba menarik investasi dengan inovasi perizinan satu pintu, reformasi birokrasi, perbaikan regulasi investasi, dan pembangunan kawasan industri.

"Sayang jika pembangunan infrastruktur yang tengah dikebut Presiden Jokowi menjadi sia-sia karena regulasi yang menakutkan tetap dipertahankan," kata Riyanto.

Riyanto memaparkan pemerintahan Jokowi mencatat banyak pencapaian dalam kemudahan berinvestasi. Misalnya, Bank Dunia menaikkan peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia dari peringkat 106 pada 2015 menjadi peringkat 91 pada tahun 2016.

"Survei ini tidak main-main karena dilakukan di 193 negara di kawasan Asia Pasifik," kata dia.

Pernyataan senada dikemukakan anggota Komisi IV DPR Firman Soebagyo yang mengingatkan pemerintah harus merevisi regulasi yang bisa menghambat pertumbuhan investasi pada sektor unggulan seperti sawit.

"Pemerintah jangan mau dibodohi. Upaya memojokkan industri sawit sebagai penyebab kebakaran hutan di lahan gambut merupakan konspirasi negara pesaing minyak nabati untuk melemahkan sendi perekonomian bangsa," kata Firman.

Sebagai contoh, kata Firman, kebakaran yang meluas pada tahun ini justru didominasi kawasan hutan terbuka (open access) yang menjadi tanggung jawab pemerintah.

"KLHK jangan terlalu sibuk mendengar suara LSM. Perbaikan tata kelola hutan harus jadi prioritas perbaikan," sebutnya.

Firman menyarankan pemerintah perlu membentuk lembaga baru yang khusus menangani masalah kebakaran.

"BNPB nantinya bisa fokus pada penanganan bencana seperti banjir, gempa bumi, dan lain-lain. Sedangkan penanganan kebakaran sebaiknya ditangani badan atau lembaga tersendiri agar efektif," kata Firman.

Pemerintah juga tidak perlu gengsi untuk studi banding ke korporasi yang ?punya tata kelola gambut yang baik. Hal ini karena korporasi besar di industri sawit telah menghabiskan dana miliaran dolar untuk melakukan riset teknologi pengaturan air di lahan gambut.

"Penerapan teknologi tata kelola yang tepat dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan sangat diperlukan agar investasi di lahan gambut berkelanjutan dan kebakaran bisa dicegah," kata Firman.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: