Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

APTRI Adukan Dugaan Monopoli Gula ke KPPU

APTRI Adukan Dugaan Monopoli Gula ke KPPU Kredit Foto: Antara/Yusuf Nugroho
Warta Ekonomi, Kudus -

Dewan Pimpinan Nasional Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengadukan dugaan adanya monopoli dalam penjualan gula pasir ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), kata Sekretaris Jenderal DPN APTRI M. Nur Khabsyin.

"Laporan ke KPPU tersebut kami sampaikan pada tanggal 15 September 2017 beserta sejumlah alasan dan bukti yang kami miliki," ujarnya di Kudus, Minggu (17/9/2017).

Melalui laporan tersebut, lanjut dia, APTRI juga merasa keberatan dengan adanya aturan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian lewat surat nomor S-202/M.EKON/08/2017 bahwa yang membeli gula petani dan gula pabrik gula milik BUMN hanya Bulog dangan harga Rp9.700 per kilogram.

Kebijakan tersebut, lanjut dia, mengindikasikan ada monopoli gula petani oleh Perum Bulog, karena pemerintah mengeluarkan kebijakan gula petani dan gula pabrik gula milik BUMN dibeli Bulog seharga Rp9.700 per kilogramnya. Hal itu, kata dia, berdampak pada pemasaran gula tani hanya bisa dilakukan oleh Perum Bulog, sehingga pedagang tidak bisa membeli langsung ke petani, karena harus melalui Bulog.

"Pedagang nantinya juga hanya bisa menjual gula secara eceran, tidak dalam bentuk curah lagi," ujarnya.

Menurut dia, kebijakan tersebut tentu merugikan petani, karena petani merasa dipaksa harus menerima harga pembelian gula sebesar Rp9.700/kg. Patokan harga jual gula tersebut, kata dia, masih di bawah biaya produksi sebesar Rp10.600/kg.

Ia menduga praktik monopoli penjualan gula pasir tersebut bertentangan dengan Undang-undang nomor 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pada pasal 17, dijelaskan bahwa pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Selain itu, lanjut dia, pada ayat (2) dijelaskan bahwa pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya.

"Pelaku usaha lain juga tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama," ujarnya. (CP/Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: