Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Boris Johnson: Suu Kyi Harus Segera Bertindak!

Boris Johnson: Suu Kyi Harus Segera Bertindak! Kredit Foto: Reuters
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemimpin dari Inggris, AS, Prancis, Kanada dan Australia telah mendesak pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi untuk menghentikan kekerasan terhadap Rohingya.

Komentar tersebut disampaikan menjelang pidato nasional yang dijadwalkan oleh Aung San Suu Kyi pada hari Selasa, mengenai apa yang AS sebut sebagai "momen yang menentukan" bagi pemimpin de facto Myanmar itu.

Aung San Suu Kyi, peraih Nobel Perdamaian, mendapat kecaman yang meningkat selama sebulan terakhir karena lebih dari 410.000 orang Rohingya telah meninggalkan Myanmar ke negara tetangga Bangladesh, upaya melarikan diri dari etnis Rohingya yang oleh PBB digambarkan sebagai "pembersihan etnis".

Mereka yang telah melarikan diri telah menceritakan pembunuhan tanpa pandang bulu, pemerkosaan, penyiksaan dan pembakaran oleh pasukan keamanan Myanmar di negara bagian Rakhine, tempat mayoritas Rohingya tinggal.

"Apa yang kita upayakan untuk membuat semua orang setuju adalah bahwa, nomor satu, pembunuhan harus dihentikan, dan kekerasan harus dihentikan," Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson mengatakan kepada kantor berita Reuters sebelum mengadakan pertemuan tingkat menteri di sela-sela Majelis Umum PBB untuk membahas cara-cara mengatasi krisis Rohingya.

"Kita tidak hanya melihat ke militer tapi juga pada Daw Suu untuk menunjukkan ," ujarnya.

Pertemuan tersebut mengahadirkan beberapa pihak seperti menteri dari Kanada, Denmark, Turki, Australia, Indonesia, Swedia, Bangladesh, Amerika Serikat dan seorang perwakilan dari Uni Eropa.

Dalam sebuah pernyataan setelah itu, Johnson mengatakan bahwa sementara Myanmar telah
"mendorong kemajuan menuju demokrasi dalam beberapa tahun terakhir, situasi di Rakhine, pelanggaran hak asasi manusia dan kekerasan yang mengerikan adalah noda pada reputasi negara tersebut," ungkapnya.

"Sangat penting bahwa Aung San Suu Kyi dan pemerintah sipil memperjelas bahwa kekerasan ini harus dihentikan," pungkasnya, sebagaimana dikutip dari Al Jazeera, Selasa (19/9/2017).

Aksi kekerasan terakhir di Myanmar dimulai pada 25 Agustus setelah para pejuang Rohingya menyerang lebih dari 30 pos polisi dan tentara, yang memicu tindakan keamanan terhadap orang Rohingya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo

Advertisement

Bagikan Artikel: