Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

KNTI: Penguasaan Pesisir oleh Pengusaha Hambat Hak Nelayan

KNTI: Penguasaan Pesisir oleh Pengusaha Hambat Hak Nelayan Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyatakan penguasaan lahan di kawasan pesisir oleh pengusaha dan beragam perusahaan swasta berpotensi menghambat nelayan tradisional untuk melaut di sejumlah daerah.

"Pemberian hak atas tanah di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk pariwisata nyata-nyata akan mendorong perampasan," kata Ketua DPP KNTI Marthin Hadiwinata, Senin (25/9/2017).

Menurut dia penggunaan tanah di pesisir dan pulau-pulau kecil untuk pengusaha dapat mencapai sekitar 70 persen di mana sisa 30 persen dikuasai negara, sedangkan nelayan dan petambak akan mengalami kesulitan.

Ia berpendapat bahwa proyek pengembangan kawasan pariwisata strategis di sejumlah daerah akan mendorong dan mempermudah perampasan lahan untuk investasi pariwisata.

"Masalah penguasaan tanah pulau kecil dengan menggunakan nama perorangan untuk usaha pariwisata, istilah umumnya penggunaan 'nominee' atau perjanjian pinjam nama oleh warga negara asing, juga luput dari perhatian," paparnya.

Untuk itu, KNTI mendesak pemerintah melakukan pengakuan dan identifikasi termasuk pencatatan atas setiap pemanfaatan sumber daya perikanan dan tanah yang telah ada dan berjalan di pesisir dan pulau-pulau kecil.

Kemudian, dalam perencanaan tata ruang laut dan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil hendaknya memberikan perlindungan kepada wilayah perikanan nelayan dan tanah yang telah dimanfaatkan oleh nelayan dan petambak selama ini.

Marthin juga menginginkan pemerintah mengimplementasikan UU No 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam dengan standar panduan FAO tentang Pedoman Tenurial Tahun 2012 dan Pedoman Perlindungan Perikanan Skala Kecil 2014.

Ia mendesak pula revisi peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Perikanan, Undang-Undang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil agar sejalan dengan cita-cita UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria serta TAP MPR RI No. IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong seluruh pemerintah provinsi di berbagai daerah untuk dapat segera menelurkan peraturan daerah terkait Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K).

"Sosialiasi terus kita lakukan dan tahun depan Insya Allah, 34 provinsi sudah selesai (Perda RZWP3K)," kata Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (8/9).

Menurut Brahmantya ada banyak hal yang perlu untuk dirapihkan, termasuk dengan menelurkan Perda RZWP3K, dalam rangka mengoptimalkan laut sebagai garda terdepan Indonesia.

KKP, menurut dia juga telah mengirimkan hingga sebanyak lima kali surat kepada berbagai pemerintahan provinsi dalam rangka mengingatkan pentingnya untuk segera membuat Perda RZWP3K.

RZWP3K di antaranya memuat berbagai aspek seperti pengalokasian ruang dalam kawasan pemanfaatan umum, kawasan konservasi, kawasan strategis nasional tertentu dan alur laut, hingga penetapan prioritas kawasan laut untuk tujuan konservasi sosial budaya, ekonomi, transportasi laut, industri strategis, serta pertahanan dan keamanan. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Advertisement

Bagikan Artikel: