Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

PPSKI: Susu Segar Nasional Sudah Lampu Merah

PPSKI: Susu Segar Nasional Sudah Lampu Merah Kredit Foto: Boyke P. Siregar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sejumlah asosiasi ternak mendatangi gedung DPR, Senin (25/9/2017). Kedatangan mereka untuk dimediasi oleh Komisi IV DPR terkait penyampaian beberapa masukan dalam bidang peternakan kepada pemerintah.

Dari pantauan Warta Ekonomi, beberapa asosiasi ternak yang datang antara lain Himpunan Unggas Lokal Indonesia (HIMPULI), Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo), Asosiasi Peternakan Indonesia (Aspeterindo), dan Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI). Sementara itu, dari Kementerian Pertanian dihadiri langsung Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita.

?Berdasarkan surat dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPSKI , ada permohonan untuk memediasi dalam konteks audiensi untuk menyampaikan beberapa hal,? kata Pimpinan Rapat Herman Khaeron.

Ketua PPSKI, Teguh Boediyana mengatakan bahwa susu segar nasional saat ini sudah lampu merah. Hal ini disebabkan produksinya hanya mampu memenuhi 18% dari kebutuhan susu nasional.

?Produksi bisa dikatakan relatif stagnan bahkan ada kecenderungan turun,? kata Teguh.

Ia pun meminta pemerintah untuk melakukan sejumlah upaya penguatan guna mendukung peningkatan produksi susu nasional.

"Pada 2020 diperkirakan produksi susu segar dalam negeri hanya memenuhi sekitar 10% kebutuhan susu nasional," tambahnya.

Hal tersebut ditentukan berdasarkan perhitungan Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS).? Pada tahun selanjutnya, lanjut dia, pasca-2020 sekurang-kurangnya per tahun harus diimpor 5,9 juta ton setara susu segar dengan nilai sekitar Rp30 triliun. Produksi susu relatif tidak mengalami kenaikan selama lima belas tahun terakhir, yakni sekitar 1.600-1.800 ton per hari.

Di sisi lain, lanjut dia untuk populasi sapi perah terus mengalami penurunan. Ia pun mengusulkan pemerintah untuk melakukan impor dalam rangka meningkatkan populasi sapi perah. Teknisnya menggunakan pola subsidi sekurang-kurangnya Rp20 juta per ekor.

?Dengan begitu, sapi tersebut masih layak untuk kredit dengan tingkat bunga maksimal empat persen per tahun, grace periode satu tahun dan jangka waktu kredit tujuh tahun," tuturnya.

Subsidi harus dilakukan, mengingat harga sapi perah impor berada pada kisaran 35-40 juta per ekor. Program tersebut sekaligus berguna meningkatkan skala pemilikan sapi menuju skala ideal secara bertahap.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Rizka Kasila Ariyanthi

Advertisement

Bagikan Artikel: