Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tahun Depan Suku Bunga Acuan BI Berpeluang Turun Lagi

Tahun Depan Suku Bunga Acuan BI Berpeluang Turun Lagi Kredit Foto: Fajar Sulaiman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kepala Ekonom Danareksa Research Institute, Damhuri Nasution menilai ada peluang bagi Bank Indonesia (BI) untuk kembali menurunkan suku bunga acuannya BI 7day Reverse Repo Rate (BI 7day RR Rate) di tahun depan.

Dia memproyeksikan suku bunga acuan akan berada di posisi 3,50 - 4,00% pada 2018. Sementara untuk tahun ini diperkirakan suku bunga acuan tetap akan berada dikisaran 4,25% setelah sebelumnya turunnya sebanyak 200 basis poin sejak 2016.

"Dengan prospek inflasi yang semakin menurun, nilai tukar Rupiah yang relatif stabil dan Current Account Deficit (CAD) yang terjaga maka potensi penurunan suku bunga acuan tetap ada di tahun depan," ujar Damhuri dalam acara Economic and Banking Outlook di Jakarta, Kamis (5/10/2017).

Dijelaskannya untuk tahun ini inflasi terus berada dalam tren menurun dan diperkirakan akan bergerak dalam kisaran 3,5% - 4,0%. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa harga beberapa kebutuhan pokok yang tinggi pada awal tahun berpotensi turun dan pasokan bahan pangan akan naik dalam beberapa bulan berikutnya.

"Sehingga inflasi umum terjaga, terlebih bila impor beberapa kebutuhan pokok dibuka di luar musim panen," kata Damhuri.

Sedangkan pada 2018, tekanan inflasi akan tetap terjaga dan berada dalam tren penurunan yakni berada dikisaran 2,5% - 3,5%. Menurut Damhuri, pendorong inflasi rendah karena faktor eksternal masih kondusif, sementara dari domestik pemerintah akan berupaya menjaga inflasi saat memasuki tahun Pemilu.

"RAPBN 2018 menunjukkan tidak ada rencana pemerintah menaikkan administered prices pada tahun 2018 dan dampak kenaikan administered price yg dilakukan pemerintah pada 2017 akan hilang di tahun 2018, sehingga inflasi akan turun signifikan," jelasnya.

Kemudian untuk nilai tukar rupiah, Damhuri menilai potensi penguatan masih terbuka karena saat ini masih undervalue dibandingkan nilai fundamentalnya sekitar Rp12.500 - Rp13.000 per dolar AS.

"Hal ini didukung potensi meningkatnya inflow ke dalam negeri dan defisit neraca transaksi berjalan yang terkendali, sehingga berpotensi mengembalikan sentimen positif terhadap Rupiah," ungkapnya.

Asal tahu saja, defisit transaksi berjalan pada kuartal II 2017 mencapai US$5 miliar atau 1,96 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini masih sejalan dengan proyeksi BI, di mana defisit transaksi berjalan akan berada direntang 1,8 - 1,9% dari PDB.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rizka Kasila Ariyanthi

Advertisement

Bagikan Artikel: