Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Gara-gara Taksi Daring, Separuh Angkot di Bandung Sudah Masuk Kandang

Gara-gara Taksi Daring, Separuh Angkot di Bandung Sudah Masuk Kandang Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Warta Ekonomi, Bandung -

Ketua harian Wadah Aliansi Aspirasi Transportasi (WAAT) Jawa Barat Anton Ahmad Fauzi mengatakan kehadiran layanan pemesanan sarana transportasi via daring membuat hampir separuh angkutan kota di Bandung raya dikandangkan.

"Jumlah angkot yang ada di Bandung raya 15.000 angkot, hampir 50 persen tidak operasional karena sudah tidak masuk ke hitungan usahanya," kata Anton saat dihubungi melalui telepon seluler, Kamis (12/10/2017).

Anton mengatakan penurunan operasi angkot terjadi dalam setahun terakhir, seiring dengan makin banyaknya layanan pemesanan transportasi via daring, yang umumnya bertarif lebih rendah ketimbang angkutan umum konvensional.

Penurunan pendapatan angkot, menurut dia, membuat para sopir tidak bisa menutup biaya setoran ke pengusaha angkot sehingga mobil-mobil angkutan terpaksa harus dikandangkan.

"Boro-boro untuk setor, untuk dibawa pulang ke rumah juga mereka ketar-ketir," kata dia.

Ia melanjutkan kehadiran layanan transportasi berbasis aplikasi tidak hanya mengancam angkot saja, namun juga moda transportasi lain seperti ojek, dan becak.

"Efeknya ke transportasi yang sudah eksis duluan, bukan hanya angkot saja," kata dia.

Dia berharap pemerintah pusat segera mengeluarkan kebijakan mengenai layanan transportasi berbasis aplikasi.?

"Kita tidak anti terhadap?online, tapi yang harus ditekankan adalah regulasinya harus jelas," kata dia.

Sementara itu, pengamat transportasi Djoko Setijowarno memandang kehadiran layanan pemesanan transportasi daring tidak berbanding lurus dengan pembukaan lapangan kerja baru, namun justru mematikan usaha yang sudah berlangsung.

"Alhasil menimbulkan pengangguran baru," katanya.

Ia mengatakan warga memilih layanan itu karena menawarkan tarif lebih rendah dan kenyamanan.

"Perlu ada perhitungan sebetulnya biaya atau?cost?yang wajar jika transportasi?online?dijalankan. Tanpa subsidi dan?gimmick?marketing tak mungkin bisa harga menjadi sangat murah," kata dia.

"Nampaknya perlu ada upaya untuk mengaudit model bisnis semacam ini. Sebab pada kenyataannya, di luar negeri tarif taksi?online?tak banyak beda dengan taksi resmi," kata dia.?(Ant)

Baca Juga: Pria Buleleng Diringkus usai Curi Tabung Gas-Barang Elektronik

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Advertisement

Bagikan Artikel: