Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Anak SD Di-bully dan Dipanggil Ahok, KPAI: Gara-gara Matanya Sipit

Anak SD Di-bully dan Dipanggil Ahok, KPAI: Gara-gara Matanya Sipit Kredit Foto: Antara/Fahrul Jayadiputra
Warta Ekonomi, Jakarta -

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Jasra Putra, menyayangkan kasus perundungan siswa beda agama dan etnis, JSZ, terjadi karena konteksnya terkait mantan Gubernur DKI Ahok yang dibui karena ujaran kebencian keyakinan sementara Pilkada DKI sudah selesai.

Di media sosial Facebook sempat tersebar kabar soal JSZ yang mengalami perundungan verbal, fisik dan psikis akibat beda agama dan etnis di antara siswa SD pada umumnya.

"Benar dia di-bully dan dipanggil Ahok karena matanya sipit," kata Jasra, komisioner bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak KPAI kepada wartawan di Jakarta, Selasa (31/10/2017).

Dia juga menyayangkan pihak sekolah yang tidak mengetahui dugaan perundungan yang terjadi di sekolah dan perlu dilakukan penyelidikan lebih jauh oleh dinas pendidikan DKI Jakarta terkait dugaan pembiaran bullying?sesama peserta didik yang terjadi di sekolah itu.

Dia mengatakan lingkungan pendidikan sejatinya tempat pengasuhan kedua bagi peserta didik setelah dari rumah. Sekolah juga menjadi tempat mencerdaskan anak didik baik dari sisi mengasah kecerdasan intelektual, spritual, emosional, dan sosial.

"Diharapkan dunia pendidikan bisa membantu menemukan kecerdasan tersebut secara terintegrasi pada diri anak sehingga anak merasakan lingkungan pendidikan yang ramah terhadap anak," kata dia.

Menurut dia, perlindungan bagi siswa juga harus dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah dan atau masyarakat sebagaimana tertera dalam Pasal 54 Ayat 2 UU nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Jasra juga mengimbau semua pihak untuk tidak melakukan diskriminasi dan tindakan kekerasan terhadap anak-anak yang bisa saja memiliki kemiripan keseharian dengan JSZ dengan alasan apapun. Hal itu, kata dia, sangat bertentangan dengan UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Pasal 9 Ayat 1a yang berbunyi demikian.

"Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik dan atau pihak lain. Oleh sebab itu, semua pihak harus bekerja sama secara baik untuk memastikan hak-hak korban maupun pelaku anak bisa terpenuhi, termasuk pendidikan dan rehabilitasi atau pendampingan psikologisnya," kata dia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: