Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Indonesia Demam dan Latah Startup

Indonesia Demam dan Latah Startup Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pertumbuhan startup di Indonesia yang begitu pesat membuktikan bahwa bisnis startup Indonesia memiliki daya tarik yang besar. Hal itu dikarenakan industri digital yang sangat berbeda dengan industri konvensional. Online bahkan dianggap sebagai bisnis yang lebih santai dan tidak terikat sehingga menjadi hal yang wajar jika bisnis startup lebih digandrungi oleh generasi muda, yang cenderung menyukai cara bekerja yang freedom.

Ketua CEO Business Forum Indonesia Jahja B. Soenarjo mengatakan bahwa masa depan Indonesia berada di tangan generasi muda. Akan tetapi, kondisinya saat ini yaitu adanya gap antara entrepeneur zaman dahulu dengan entrepeneur zaman now. Menurutnya, generasi muda Indonesia saat ini sedang demam dan latah menjadi digital entrepeneur atau yang akrab disebut dengan istilah startup.

"Dulu, 5 tahun yang lalu, 10 tahun yang lalu, pembicara motivator itu bisa dihitung jari. Tetapi, sekarang yang namanya seminar digital, tiap hari ada beberapa seminar, dan semua jadi pembicara digital. Kapan kerjanya? Kapan hasilnya? Makanya, startup bediri 1000, 900 langsung klepek-klepek. Yang 100 lagi cari angel investor. Eh, enggak dapat juga, tinggal 10. Nah, yang 10 lagi nungguin juga siapa yang mau. Akhirnya, ganti baju lagi," kata Jahja yang juga seorang konsultan bisnis dalam Bincang-Bincang Ekonomi Indonesia "Optimalisasi Potensi Dalam Negeri" yang digelar Warta Ekonomi beberapa waktu lalu, di Teater Salihara, Jakarta Selatan.

Untuk itu, Jahja mengimbau kepada mahasiswa ataupun generasi muda agar tidak menjadi pengusaha yang latah dengan usaha yang sedang menjadi tren. Menurutnya, sebelum mengembangkan yang offline menjadi online, perlu adanya data yang menunjukkan bahwa masyarakat sudah siap dengan transformasi tersebut.

Selain itu, seringkali ditemukan bisnis startup yang mirip atau dibuat setelah yang serupa sudah ada. "Mahasiswa itu penyakitnya begitu. Satu bikin startup, semua bikin. Satu tutup, semua ramai-ramai tutup. Kemudian mengeluhnya adalah ekonomi lemah dan pemerintah tidak membantu," ucap Jahja.

Jahja juga mengungkapkan bahwa kondisi para startup di lapangan ialah pengusaha yang sebenarnya belum siap berbisnis. Kebanyakan mereka hanya menguasai persoalan digital dan tidak memiliki bussines model yang kuat.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ning Rahayu
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Advertisement

Bagikan Artikel: