Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Paus Francis Hadapi Dilema Diplomatik Jelang Kunjungannya ke Myanmar

Paus Francis Hadapi Dilema Diplomatik Jelang Kunjungannya ke Myanmar Kredit Foto: Nytimes.com
Warta Ekonomi, Jakarta -

Paus Francis mengunjungi Myanmar minggu depan, sebuah perjalanan yang rumit untuk orang Kristen paling senior di dunia ke negara mayoritas Buddhis yang dituduh oleh Washington tentang "pembersihan etnis" umat Muslim Rohingya.

Paus Francis juga akan mengunjungi Bangladesh ke tempat lebih dari 600.000 orang telah melarikan diri dari apa yang Amnesty International sebut sebagai "kejahatan terhadap kemanusiaan" termasuk pembunuhan, penyiksaan pemerkosaan dan pemindahan paksa, tuduhan-tuduhan yang disangkal oleh militer Myanmar.

Perjalanan ini begitu rumit sehingga beberapa penasihat Paus telah memperingatkannya untuk tidak mengatakan kata "Rohingya," jangan sampai Paus Fransisku menimbulkan insiden diplomatik yang bisa mengubah militer dan pemerintahan negara tersebut melawan orang Kristen minoritas.

Saat-saat paling menegangkan di tanggal 26 November-Desember. Aung San Suu Kyi, Jenderal Senior Min Aung Hlaing dan, secara terpisah, pemimpin sipil.

Myanmar tidak mengenal Rohingya sebagai warga negara atau sebagai kelompok dengan identitasnya sendiri, dan hal tersebut menjadi sebuah dilema bagi Francis saat dirinya mengunjungi sebuah negara berpenduduk 51 juta orang di mana hanya sekitar 700.000 orang Katolik Roma.

"Dia berisiko mengorbankan otoritas moralnya atau membahayakan orang Kristen di negara tersebut," ungkap Pastor Thomas Reese, seorang penulis dan analis Amerika terkemuka di Religious News Service, sebagaimana dikutip dari Reuters, Jumat (24/11/2017).

"Saya sangat mengagumi Paus dan kemampuannya, tapi seseorang seharusnya membujuknya untuk tidak melakukan perjalanan ini," tulisnya.

Sumber Vatikan mengatakan beberapa di Tahta Suci percaya bahwa perjalanan tersebut diputuskan terlalu tergesa-gesa setelah hubungan diplomatik diadakan pada bulan Mei dalam sebuah kunjungan oleh Suu Kyi, yang penghargaan globalnya sebagai pemenang Nobel Perdamaian telah ternoda dengan mengungkapkan keraguan tentang tuduhan pelecehan hak asasi manusia dan gagal mengutuk militer Myanmar dalam melakukan aksinya.

"Paus Francis perlu bersikap tegas di semua bidang. Sementara kekerasan tidak bisa berhenti tanpa kerja sama pasukan keamanan, Suu Kyi juga tidak boleh diloloskan dengan baik," pungkas Lynn Kuok, salah satu dari Pusat Studi Kebijakan untuk Studi Asia Timur Brookings Institution.

Sebagai tambahan dari jadwal perjalanannya, Francis akan menemui pengungsi Rohingya pada sesi kedua perjalanannya di ibukota Bangladesh, Dhaka. Pertemuannya dengan Jenderal Min Aung Hlaing juga merupakan tambahan akhir setelah negosiasi dengan militer oleh gerejawan senior Myanmar, Kardinal Charles Bo.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo

Advertisement

Bagikan Artikel: