Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Miris, Kualitas BBM Indonesia Paling Buruk di Dunia

Miris, Kualitas BBM Indonesia Paling Buruk di Dunia Kredit Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Warta Ekonomi, Jakarta -

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai dukungan atas pengoperasian SPBU yang menjual BBM oktan rendah RON 89 dapat mempermalukan pemerintah karena bertentangan dengan tren penggunaan energi ramah lingkungan.

"Negara lain berjibaku untuk lolos Euro3 dan Euro 4, sementara Indonesia belum lolos dengan Euro 2 karena melanggengkan BBM RON rendah," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi di Jakarta, Jumat.

Menurut Tulus, pengoperasian SPBU asing yang menjual BBM kualitas rendah tersebut tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah, termasuk kebijakan energi bersih serta energi baru dan terbarukan. Karena itu, target Indonesia untuk mengurangi produksi karbon hingga 26 persen pada 2030 hanya sebatas mimpi saja.

"Bagaimana mau mengurangi produksi karbon jika penggunaan bahan bakar kualitas rendah masih dominan. Dan mengapa pula Kementerian ESDM menyambut beroperasinya SPBU tersebut," kata Tulus.

Tulus mengatakan dukungan Pemerintah terhadap SPBU itu justru memunculkan berbagai anomali. Pertama, karena penjualan BBM oktan rendah tidak sesuai peta jalan (roadmap) yang seharusnya mengurangi konsumsi dan distribusi BBM beroktan rendah.

"Bandingkan dengan Malaysia yang menjual BBM dengan RON paling rendah 95. Ini pemerintah malah mendukung SPBU baru yang menjual RON rendah. Ini namanya tidak konsisten dan langkah mundur," katanya.

Kalaupun RON yang dijual adalah 89, menurut Tulus, klaim tersebut harus diuji terlebih dahulu di laboratorium independen. "Namun, sekalipun mengantongi RON 89, tetap jauh dari standar Euro2," katanya.

Anomali selanjutnya, lanjut Tulus, SPBU itu menjual BBM oktan rendah di bawah harga pasar. Bisa saja hal tersebut merupakan teknik pemasaran untuk menggaet konsumen pada masa promosi. Kalau masa promosinya lewat, jelas Tulus, mereka bisa menjual dengan harga normal atau bahkan lebih mahal.

Ia juga mempertanyakan SPBU asing tersebut beroperasi di Jakarta yang pangsa pasarnya sangat besar. Seharusnya mereka didorong untuk beroperasi di daerah terpencil (remote), sejalan dengan kebijakan BBM Satu Harga. "Di daerah tersebut masyarakat jauh lebih membutuhkan karena masih minimnya infrastruktur SPBU," ujarnya.

Sementara, Ketua Komisi B DPRD Maluku Evert Kermite meminta pemerintah untuk menugaskan SPBU asing itu dalam mendukung program BBM satu harga di seluruh wilayah Indonesia, termasuk Maluku. Saat ini masih banyak wilayah di Maluku yang belum tersentuh program tersebut.

Menurut Evert, dorongan pemerintah kepada SPBU itu akan besar manfaatnya bagi masyarakat Maluku karena dengan harga BBM yang masih tinggi, membuat biaya hidup juga membengkak.

"Apalagi kami mendengar bahwa SPBU baru itu juga akan beroperasi di Maluku. Peran swasta sangat dibutuhkan. Kita tunggu bagaimana pemerintah melakukan komunikasi dengan mereka," kata Evert.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: