Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

LPS Likuidasi 30 BPR di Jabar

LPS Likuidasi 30 BPR di Jabar Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Warta Ekonomi, Bandung -

Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah mengatakan bahwa sampai dengan 30 September 2017, bank yang dilikuidasi oleh LPS secara nasional sebanyak 82 bank, terdiri dari 1 bank umum, 76 BPR, dan 5 BPRS.

Dari 82 bank tersebut, 30 BPR berada di wilayah Jawa Barat, terdiri dari 27 BPR yang sudah selesai likuidasi, dan tiga BPR sedang dalam proses likuidasi.?

"Maka dari itu kita melaporkan kepada pa Gubernur terkait hal ini," kata Halim kepada wartawan di Bandung belum lama ini.

Halim mengungkapkan pada tahun 2016 lalu, terdapat dua bank di wilayah Jawa Barat yang dicabut izin usahanya, BPRS Shadiq Amanah (Bandung), dan BPR Multi Artha Mas Sejahtera (Bekasi). Sementara pada tahun ini, Katanya, tak ada satu pun bank di Jawa Barat yang dicabut izin usahanya.

Adapun sebaran BPR yang dilikuidasi di Jawa Barat diantaranya, Bogor (2 bank), Sukabumi (1 bank), Cianjur (1 bank), Garut (1 Bank), Bandung (8 Bank), Depok (2 Bank), Cirebon (1 bank), Cimahi (2 Bank), Subang (3 Bank), Bekasi (6 Bank).

Halim juga menjelaskan, berdasarkan data likuidasi bank di wilayah Jawa Barat selama periode tahun 2010-2016, penyelesaiannya cukup berfluktuasi. Dan untuk tahun 2016, diketahui bahwa, claim recovery sebesar rata-rata 28,03%, pencairan aset/NSL sebesar rata-rata 157,95%, recovery rate sebesar rata-rata 18,70%. Sementara jangka waktu penyelesaian likuidasi rata-rata mencapai 27 bulan.

"Penyebabnya bank dilikuidasi, fraud, pengelolaan yang kurang prudent, kredit topengan, pelanggaran batas minimum pemberian kredit, CAR dibawah 8%," ucap Halim.

Adapun, Gubernur Ahmad Heryawan menanggapi, Jawa Barat memang menjadi daerah dengan jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tertinggi yang dilikuidasi atau ditutup oleh LPS.

Aher menyebutkan dari hasil perbincangannya bersama pihak LPS, likuidasi rerata dilakukan kepada BPR, disebabkan kurangnya prinsip kehati-hatian. Misalnya, pemberian kredit secara jor-joran tanpa mempertimbangkan kualitas calon debitur, kredit fiktif, gratifikasi, dan lain sebagainya.

Menjamurnya BPR di wilayah Jawa Barat, sambung Aher, disebabkan luas wilayah, ditambah jumlah penduduk yang mencapai 47 juta jiwa, menjadi daya tarik pengusaha untuk membuka atau mendirikan BPR.

"Banyak pengusaha bank berbisnis hanya memikirkan untung. Padahal harus ada budaya perbankan yang baik," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Vicky Fadil

Advertisement

Bagikan Artikel: