Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengamat: FFR Harus Segera Dikeluarkan untuk Stimulus Kredit

Pengamat: FFR Harus Segera Dikeluarkan untuk Stimulus Kredit Kredit Foto: Fajar Sulaiman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bank Indonesia (BI) berencana akan mengeluarkan ketentuan Financing to Funding Ratio (FFR) atau Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIMP) sebagai penyempurnaan dari kebijakan Loan to Funding Ratio (LFR). Dengan adanya penyempurnaan ini, perbankan akan didorong untuk meningkatkan fungsi intermediasi pembiayaan ke sektor infrastruktur, selain melalui penyaluran kredit.

LFR merupakan rasio pembiayaan terhadap pendanaan bank. Dimana saat ini, pembiayaan yang disalurkan bank hanya dihitung berdasarkan penyaluran kredit. BI berencana untuk menambah komponen perhitungan pembiayaan tersebut dengan pembelian obligasi korporasi, Medium Term Notes (MTN), dan Floating Rate Notes (FRN) yang dilakukan bank, dan bukan melalui penyaluran kredit saja.

Menanggapi hal itu, Ekonom Permata Bank Josua Pardede menilai relaksasi ini akan memberi stimulus perbankan dalam penyaluran kredit yang kesulitan menyalurkan kredit secara konvensional.

"Saya pikir ini menjadi salah satu alternatif mendorong pendalaman pasar dan juga memberikan stimulus karena penyaluran kredit kan agak lambat, jadi saya pikir ini mnjadi salah satu alternatif perbankan dalam penyaluran kredit yang saat ini sulit menyalurkan kredit konvensional," ujar Josua di Jakarta, Selasa (28/11/2017) malam.?

Dia menilai, BI perlu segera mengeluarkan kebijakan ini, mengingat pertumbuhan kredit saat ini berjalan sangat lambat. Per Oktober, data OJK menyebutkan kredit perbankan baru sebatas 8,18 persen.

"Sekarang bagaimana kita mendorong, menstimulasi kredit yang per oktober masih 8%, jadi masih sangat lambat. Jadi, semestinya awal tahun depan ya (keluar), BI sedang merumuskan detailnya PBI-nya, diharapkan tahun depan rampung," ungkapnya.

Dalam perumusan PBI tersebur, Josua menilai perlu ada kategori-kategori dari obligasi korporasi yang menjadi financing perbankan, misalnya obligasi korporasi dari BUMN atau korporasi terkait infrastruktur.

"Tapi mungkin perlu ada regulasinya jadi beberapa korporasi atau rating apa saja yang bisa dikategorikan sebagai financing dari perbankan, BUMN-kah atau trkait infrastruktur dan sebagainya. Jadi, harus ada kategori-kategori yang diregulasi BI supaya financing perbankan benar-benar mondorong procurement secara nasional," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Advertisement

Bagikan Artikel: