Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemimpin Muslim Serukan Dunia Akui Yerusalem Timur Sebagai Ibu Kota Palestina

Pemimpin Muslim Serukan Dunia Akui Yerusalem Timur Sebagai Ibu Kota Palestina Kredit Foto: File/Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden
Warta Ekonomi, Istanbul -

Para pemimpin Muslim pada hari Rabu (13/12/2017) mengecam pengakuan Presiden AS Donald Trump atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan meminta dunia untuk menanggapi dengan mengakui Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina.

Presiden Turki Tayyip Erdogan yang menjadi tuan rumah pertemuan puncak lebih dari 50 negara Muslim di Istanbul tersebut mengatakan bahwa langkah AS tersebut berarti Washington telah kehilangan perannya sebagai perantara dalam upaya untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina.

"Mulai sekarang, tidak mungkin Amerika menjadi negara yang bisa menjadi mediator antara Israel dan Palestina, periode itu telah berakhir," tegas Erdogan pada akhir pertemuan Organisasi Negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Islam, sebagaimana dikutip dari Reuters, Kamis (14/12/2017).

"Kita perlu membahas siapa yang akan menjadi mediator mulai sekarang. Ini perlu ditangani di U.N juga," ungkap Erdogan.

Sebuah pernyataan resmi yang dipasang di situs Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan bahwa para Emir, Presiden dan Menteri yang berkumpul di Istanbul menganggap tindakan Trump "sebagai pengumuman penarikan diri Pemerintah A.S. dari perannya sebagai sponsor perdamaian".

Upaya pengakuan AS terhadap Yerusalem menggambarkan sebuah keputusan terhadap "perusakan yang disengaja dari semua upaya perdamaian, dan dorongan (untuk) ekstremisme dan terorisme, dan ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional".

Pemimpin termasuk Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Presiden Iran Hassan Rouhani dan Raja Yordania Abdullah, sekutu dekat A.S., semuanya mengkritik tindakan Washington.

"Yerusalem akan selalu menjadi ibu kota Palestina," tegas Abbas,

Abbas juga menambahkan bahwa keputusan Trump adalah "kejahatan terbesar" dan pelanggaran hukum internasional.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo

Advertisement

Bagikan Artikel: