Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dua Jurnalis Reuters Ditahan Kepolisian Myanmar

Dua Jurnalis Reuters Ditahan Kepolisian Myanmar Kredit Foto: Reuters/Antoni Slodkowski
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah Myanmar mengatakan pada hari Rabu (14/12/2017) bahwa polisi telah menangkap dua jurnalis Reuters, Wa Lone dan Kyaw Soe Oo. Dua jurnalis tersebut membahas tentang tindakan keras militer Myanmar terhadap minoritas Muslim Rohingya di negara bagian Rahkine yang menyebabkan hampir 650.000 orang melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh.

Kementerian Informasi Myanmar mengatakan dalam sebuah pernyataan di halaman Facebooknya bahwa dua jurnalis Reuters dan dua polisi Myanmar menghadapi tuduhan berdasarkan Undang-Undang Rahasia Resmi era kolonial Inggris. Undang-undang tahun 1923 terancam hukuman penjara maksimum 14 tahun.

"Dua jurnalis Reuters "memperoleh informasi secara tidak sah dengan maksud untuk membaginya dengan media asing," ungkap pernyataan tersebut, yang disertai foto mereka sedang di borgol, sebagaimana dikutip dari Reuters, Kamis (14/12/2017).

Menurut pernyataan tersebut mereka ditahan di sebuah kantor polisi di pinggiran Yangon, kota utama negara Asia Tenggara itu.

Wa Lone dan Kyaw Soe Oo hilang pada hari Selasa (12/12/2017) malam setelah mereka diundang untuk menemui petugas polisi saat makan malam.

Pengemudi jurnalis Reuters Myothant Tun menurunkan mereka di kompleks Battalion 8 sekitar pukul 20:00 dan dua reporter dan dua petugas polisi menuju ke restoran terdekat. Para jurnalis pun tidak kembali ke mobil.

Pengungsi Rohingya di Bangladesh mengatakan eksodus mereka dari negara yang sebagian besar beragama Buddha tersebut dipicu oleh serangan balik militer di negara bagian Rakhine, bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mencap aksi tersebut "contoh buku teks tentang pembersihan etnis".

"Wartawan Reuters Wa Lone dan Kyaw Soe Oo telah melaporkan kejadian penting di Myanmar, dan kami mengetahui hari ini bahwa mereka telah ditangkap sehubungan dengan pekerjaan mereka," pungkas Stephen J. Adler, presiden dan pemimpin redaksi Reuters.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo

Advertisement

Bagikan Artikel: