Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Gegap Gempita Aksi Bela Palestina (2/2)

Gegap Gempita Aksi Bela Palestina (2/2) Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Masyarakat di Tanah Air tentu masih ingat bahwa ketika Presiden Soeharto menyatakan mundur dari jabatannya pada tanggal 21 Mei tahun 1998, praktis sama sekali tidak ada unjuk rasa atau demonstrasi yang khususnya dilakukan oleh rakyat terutama ummat Islam di Tanah Air.

Sebelum presiden Republik Indonesia itu turun dari tahta "kerajaanya" setelah berkuasa 32 tahun memang ada kerusuhan di Jakarta namun pada saat itu yang ada hanyalah demo-demo secara terbatas khususnya di jalan- jalan utama saja. Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie kemudian ditunjuk oleh Soeharto sebagai penggantinya.

Sejak saat itu, maka era reformasi mengenalkan masyarakat untuk bebas berdemonstrasi dalam kerangka tetap tertib, sopan dan tak mengganggu ketertiban umum. Karena itu mulai lahir berbagai partai politik, organisasi kemasyarakatan alias ormas yang bebas menunjukkan ekspresi mereka.

Jika dahulu, kalau ingin berunjuk rasa harus minta izin kepada Kepolisian Republik Indonesia maka kini cukup menyampaikan surat pemberitahuan kepada polda atau polres setempat. Karena kini ummat Islam Indonesia semakin menikmati pendidikan yang lebih baik maka akhirnya tingkat pengetahuan mereka terus membaik mulai dari masalah politik, ekonomi, kesejahteraan hingga pertahanan dan keamanan.

Ummat Islam di sini mendapat pelajaran, pengetahuan dari sekolah mulai sekolah umum seperti SD, SMP, SMA hingga SMK serta dari tokoh-tokoh agama mulai dari ustadz, kiai, habaib seperti Abdulah Gymnasiar alias Aam Gym.

Yusuf Mansur dan lain-lain di masjid ataupun mushalla. Para tokoh muda Islam itu mulai memberikan pengajaran bahkan pendidikan mulai dari masalah agama Islam sendiri misalnya tentang surat-surat di kitab suci Al Quran, ajaran Nabi Muhammad SAW atau hadist. Selain itu juga ada tokoh-tokoh senior seperti Quraish Shihab, serta Ma'ruf Amin.

Tentu saja dengan belajar atau menimba ilmu agama dan ilmu-ilmu umum itu sepantasnyalah jika otak orang-orang Islam kian terisi dengan ilmu yang benar-benar ilmu dan bukannya "ajaran sesat".

Karena itu, sangatlah tidak mengherankan apabila aksi-aksi unjuk rasa semakin berbobot sehingga tak lagi menjadi "aksi sekadar aksi" untuk unjuk rasa atau unjuk kekuatan. Maka tentu saja kepada seluruh ummat Islam sangat diharapkan agar dengan bekal ilmu agama dan ilmu umum maka apa pun tujuan unjuk rasa atau demonstrasi itu akan semakin baik dan tertib serta bukan "unjuk kekuatan" apalagi pemerintahan yang sekarang ini yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla adalah benar-benar hasil pemilihan presiden alias pilpres yang makin bersih.

Kalau misalnya ummat Islam ingin berunjuk rasa di depan sebuah kedutaan besar sebuah negara sahabat atau organisasi internasional seperti PBB atau UNESCO maka tak perlulah bertindak berlebihan misalnya sampai harus membakar ban bekas atau berusaha merusak fasilitas yang ada di kantor perwakilan negara sahabat itu ataupun organisasi internasional apa pun juga.

Jika ummat Islam Indonesia berunjuk rasa secara bertanggung jawab maka dunia internasional bisa yakin bahwa muslim dan muslimah di Tanah Air yang merupakan mayoritas karena sekitar 85 persen penduduk Indonesia beragama Islam, benar-benar menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab, tidak akan "semau gue", maka tentu negara ini akan semakin dihormati, bahkan disegani dan bukannya ditakuti seperti acapkali dirasakan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: