Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengusaha Kayu di Papua Kesulitan Dapat Pinjaman

Pengusaha Kayu di Papua Kesulitan Dapat Pinjaman Kredit Foto: Nunung Kusmiaty
Warta Ekonomi, Jayapura -
Pengusaha kayu di Papua hingga saat ini belum mendapatkan akses pinjaman dari perbankan, oleh karena itu volume kayu olahan yang akan diekspor tergantung dari modal yang mereka miliki, hal tersebut disampaikan Ketua Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Kayu Olahan Indonesia (ISWA) Papua Daniel Gerden, baru-baru ini di Jayapura.
Menurutnya, pelaku industri kayu olahan di Papua masih pada kategori kecil hingga menengah, sehingga sisi permodalannya belum terlalu kuat. Juga industri pengolahan kayu di Papua baru beberapa perusahaan saja yang bisa memenuhi standar ekspor.
"Sementara ini untuk modal terbantu dari para pembeli yang memberikan uang muka, sesuai kesepakatan dagang," katanya baru-baru ini di Jayapura.
Di akuinya, intensitas ekspor kayu olahan perlu dipercepat sehingga masalah permodalan tersebut bisa diatasi karena pembayaran yang diterima pun semakin cepat.
"Kalau kita bicara produksi, tergantung kemampuan kita dari sisi permodalan. Ekspor itu butuh waktu dua-tiga bulan baru kita dibayar mulai dari produksi hingga pengiriman. Ini persoalan kita, soal volumenya tidak penting," ungkapnya.
Keinginannya, ekspor dilakukan tidak tiap bulan, tapi tiap minggu agar perputaran uangnya cepat.
"Untuk pasar,? kayu olahan Merbau dari Papua selain ke Tiongkok, ada juga ke Taiwan, Korea dan Australia, itu khusus produk flooring, decking dan dorjam," katanya.
Sementara untuk produk playwoood itu untuk ke Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan negara timur tengah lainnya.
Melihat hal tersebut ia menegaskan, pasar dunia sangat meminati produksi kayu olahan dari Papua, terutama karena bahan bakunya berasal dari kayu merbau yang sulit di dapat di daerah lain.
Hanya yang jadi persoalan di Papua belum ada kawasan industri, sehingga untuk memenuhi segala kebutuhan produksi membutuhkan biaya lebih tinggi, sehingga masalah permodalan menjadi lebih sulit.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Advertisement

Bagikan Artikel:

Berita Terkait