Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Investasi dan Inovasi Kendalikan Inflasi Bali

Investasi dan Inovasi Kendalikan Inflasi Bali Kredit Foto: Antara/Fikri Yusuf
Warta Ekonomi, Denpasar -

Ketika harga kebutuhan pokok naik maka skema pasar murah dan operasi pasar menjadi tandingan. Kini, pemikiran menekan harga dengan pola jangka pendek itu juga perlu dibarengi terobosan. Sebagian besar kebutuhan yang kerap menyumbang inflasi atau kenaikan harga adalah kebutuhan yang dinilai rentan mengalami gejolak harga (volatile food) yang dipicu oleh momentum tertentu, seperti hari besar keagamaan.

Sebut saja kebutuhan seperti beras, minyak goreng, daging, telur, gula dan sekutunya itu wajib masuk daftar kebutuhan yang perlu diantisipasi. Biasanya, upaya yang dilakukan di antaranya menggelar operasi pasar dan pasar murah, dengan menggelontorkan kebutuhan pokok yang mengalami kenaikan harga ke pasaran dengan harga lumayan "miring".

Ketua Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Bali Ketut Sudikerta mengatakan dengan harga yang jauh lebih murah dari harga pasaran, maka diharapkan juga dapat mendorong daya beli masyarakat. Selain kebutuhan pokok tersebut, kebutuhan untuk ritual umat Hindu di Bali juga kerap mengalami kenaikan harga dan berpotensi menyumbang inflasi.

Kebutuhan utama untuk keperluan ritual dan upacara adat tersebut di antaranya janur, kelapa, bunga dan buah-buahan. Selama ini tidak banyak pasar murah yang menjual kebutuhan dasar untuk ritual keagamaan itu.

Jangka Panjang

Bank Indonesia yang bertugas menjaga kestabilan nilai rupiah, salah satunya terhadap barang dan jasa, juga berperan menekan laju inflasi.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Causa Iman Karana mengatakan kehidupan masyarakat di Pulau Dewata yang tidak terlepas dari adat dan budaya memerlukan penanganan yang khusus dan terobosan untuk menekan inflasi.

Untuk itu bank sentral di Bali tersebut menanam seribu bibit pohon kelapa di Desa Giri Mas dan Lemukih, Kabupaten Buleleng, untuk mengendalikan inflasi, khususnya yang bersumber dari kebutuhan ritual. BI menyebar bibit pohon kelapa itu di Desa Giri Mas dan Desa Lemukih di Kecamatan Sawan, Buleleng, dengan menggandeng Generasi Baru Indonesia (GenBI) Provinsi Bali.

Mereka merupakan komunitas penerima beasiswa Bank Indonesia dari Universitas Udayana Denpasar dan Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja. Penanaman dilakukan di pinggir pantai, termasuk wilayah desa setempat dengan menggandeng pemerintah daerah, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Buleleng dan masyarakat.

Menurut Causa, kebutuhan yang bersumber dari pohon kelapa, seperti janur dan buahnya banyak dimanfaatkan umat Hindu untuk keperluan ritual keagamaan, apalagi menjelang hari raya besar, seperti Hari Raya Galungan dan Kuningan, Nyepi serta hari besar keagamaan lain banyak diburu masyarakat.

Tidak jarang untuk memenuhi tingginya permintaan untuk kebutuhan ritual itu, Bali masih banyak "mengimpor" dari provinsi tetangga, seperti dari Jawa Timur dan NTB. Jika pasokan terbatas dan ditambah terkendala cuaca, maka harga kebutuhan yang bersumber dari pohon kelapa itu berpotensi sebagai salah satu penyumbang inflasi yang menjadi tantangan bagi pemangku kebijakan.

Anggota Komisi XI DPR RI Tutik Kusuma Wardhani mengapresiasi langkah bank sentral tersebut sebagai upaya mengendalikan inflasi. Wakil rakyat yang membidangi perbankan dan keuangan itu menambahkan penanaman pohon kelapa tersebut diharapkan dapat memberdayakan perekonomian warga karena ke depannya kelapa dari luar Bali yang diimpor setiap hari raya keagamaan dapat diminimalisasi.

Politikus itu juga mengharapkan keterlibatan generasi muda tersebut dapat memberikan contoh kepada masyarakat dalam menjaga lingkungan. Jauh sebelum bank sentral itu berinvestasi jangka panjang dalam mengendalikan inflasi dengan menekan sumbernya langsung, bersama TPID Bali, BI membangun klaster pertanian dan peternakan.

Klaster tersebut di antaranya bawang merah, cabai, kopi, padi, dan klaster sapi yang didirikan tersebar di sejumlah titik di Bali. Pengembangan klaster padi di Subak Getas, Kabupaten Gianyar, misalnya, BI bersama instansi terkait lain melanjutkan program tahun sebelumnya yang mereplikasi keberhasilan klaster Subak Pulagan di kabupaten yang sama.

Setelah memberdayakan petani setempat dengan sistem intensifikasi lahan pertanian dan pengembangan semi organik, petani dapat menghasilkan panen padi dari 5,5 ton menjadi 9,4 ton per hektare. Pemberdayaan kepada petani yang perlahan dikenalkan untuk mengurangi unsur kimia diharapkan mampu meningkatkan produktivitas padi. Targetnya ketersediaan beras pada akhirnya dapat dicapai sehingga tidak menimbulkan inflasi.

BI mencatat capaian inflasi periode Januari-November 2017 mencapai 2,91 persen atau lebih rendah dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar 3,61 persen. Terkendalinya tingkat inflasi Bali tahun ini diklaim karena terjaganya pasokan dan distribusi barang untuk komoditas volatile food yang selalu menyumbang inflasi.

Kondisi itu juga didukung langkah strategis TPID Provinsi dan sembilan kabupaten/kota di Bali dalam memastikan jangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi dan komunikasi menjaga ekspektasi masyarakat. Meski demikian, komunikasi lintas daerah juga perlu terus didorong karena tidak dipungkiri kebutuhan di Bali juga tidak sedikit didapatkan dari daerah lain.

Daerah tertentu yang surplus dengan komoditas yang sedang terbatas di Bali dapat dipasok dari daerah tersebut, begitu juga sebaliknya.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bali Anak Agung Alit Wiraputra mendorong optimalisasi komunikasi lintas daerah tersebut karena kebutuhan masyarakat harus tersedia dan terpenuhi khususnya komoditas yang kerap menyumbang inflasi.

Dengan begitu ada kepastian ketersediaan pasokan termasuk distribusi juga harus tetap dijaga bekerja sama dengan distributor dan pemerintah daerah termasuk Dinas Perhubungan. Distribusi yang tidak lancar berakibat pasokan di masyarakat menjadi terbatas atau bahkan mengalami kelangkaan. Akibatnya, dimanfaatkan para spekulan untuk memainkan harga dengan dalih stok yang terbatas.

Menjaga inflasi terkendali atau berada pada kisaran 3,5 persen dan plus minus 1 persen diharapkan dapat tercapai tahun mendatang. Untuk mencapai target itu, perlu lebih banyak terobosan-terobosan yang langsung menyentuh sumber-sumber inflasi disamping upaya jangka pendek pasar murah atau operasi pasar untuk menstabilkan harga.

Investasi jangka panjang dalam mengendalikan inflasi juga harus dimaksimalkan karena dapat memberdayakan ekonomi masyarakat sehingga timbul kemandirian tanpa lebih banyak bergantung dengan daerah lain.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: