Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Aku Datang, Aku Lihat, Aku Untung

Aku Datang, Aku Lihat, Aku Untung Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bagi Erick Thohir, penunjukan dirinya selaku Ketua Indonesia Asian Games Organizing Committee (Inasgoc) ibarat agen Ethan Hunt (diperankan Tom Cruise) dalam film Mission Impossible karena mendapat tugas khusus yang nyaris mustahil untuk diselesaikan. Betapa tidak, kalau dihitung per Agustus 2017, sisa waktu yang tersedia untuk pelaksanaan Asian Games (AG) yang akan digelar di Jakarta dan Palembang pada 18 Agustus sampai 2 September 2018 tinggal setahun saja.

Selain itu, Anggaran AG yang semula disediakan Rp8,7 triliun dipangkas menjadi Rp4,5 triliun dan Sumber Daya Manusia (SDM) belum tersedia sepenuhnya. Parahnya, banyak venue yang bakal dipakai sebagai lokasi cabang olahraga belum dipesan karena Inasgoc belum punya dana, begitu pula SDM yang sudah membantu Inasgoc kerap gajian terlambat sampai tiga bulan. Baru pada sekitar pertengahan 2017, pemerintah mencairkan dana Rp500 miliar ke rekening Inasgoc sebagai modal kerja.

”Idealnya, pelaksanaan event besar seperti Asian Games ini waktunya jangan mepet,” ujar Erick Thohir yang ditunjuk menjadi Ketua Inasgoc di penghujung 2015 dengan tarikan napas dalam. Dihadapkan dengan situasi pelaksanaan AG yang mepet dari sisi waktu dan anggaran yang kalau dihitung di atas kertas masih belum mencukupi dan segunung masalah lainnya, founder Mahaka Groups ini seperti sedang menjalankan impossible mission. Namun, bagi Erick, menjadi Ketua Inasgoc dimaknai sebagai misi suci (sacred mission) penugasan negara. At all Cost, pelaksanaan AG harus berjalan sukses, tapi ia juga mewanti-wanti dirinya agar seusai kemeriahan AG nantinya, jangan sampai ada persoalan hukum yang menyeret dirinya. Maklumlah, dana yang dipakai sebagian besar dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang mesti dipertanggungjawabkan.

Dengan kondisi medan tempur seperti itu, pria kelahiran Jakarta, 30 Mei 1970 ini harus bergerak cepat. Ia memutuskan untuk sementara waktu pensiun dari kegiatan bisnis di Mahaka Group dan meminta pengertian dari mitra bisnisnya untuk mengurangi waktu kerja sementara waktu. Misalnya, ia mengurangi frekuensi waktu selaku Presdir PT Andalas Horizon Television (ANTv), President FC Internazionale Milano (Inter Milan), di DC United, dan klub-klub lainnya. Ia memutuskan untuk berkonsentrasi menghadapi pertempuran di AG bersama Letnan Jenderal (Purn.) TNI Sjafrie Sjamsoeddin, mantan Wakil Menteri Pertahanan RI periode 2010-2014, yang duduk sebagai Wakil Ketua Inasgoc. Dalam satu kesempatan, mantan Kepala Pusat Penerangan TNI ini secara simbolik mengatakan perumpamaan, "Ada gula ada semut". Besarnya anggaran yang dikelola Inasgoc menjadi daya tarik kerumunan semut untuk mendapat cipratan manisnya stok gula yang dikelola Inasgoc.

Mengolah Event AG Jadi Proyek Menguntungkan

Dengan gambaran seperti itu, tekanan Erick dkk. di Inasgoc berdatangan dari segala penjuru, dari teknis penyelenggaran sampai tekanan politik tertentu. Sebagai seorang pebisnis dengan kaliber mendunia, tentulah ia tidak mau pelaksanaan AG ini terbengkalai. Ibarat pelari maraton, ia rajin melakukan pemanasan dengan menggelar rapat di Inasgoc dari pagi sampai larut malam. Hampir 90% waktu Erick dihabiskan untuk urusan Asian Games, seperti koordinasi pelaksanaan AG, mulai dari penentuan venue, asrama bagi 15 ribu atlet dari seantero Asia, sampai urusan teknis pelaksanaan. Ketika Inter Milan bertanding melawan Bayern Munchen di kejuaraan FCC di Singapura, 27 Juli 2017 lalu, ia menyempatkan diri memberi sokongan ke anak asuhnya, lalu balik ke Jakarta untuk urusan rapat pelaksanaan AG.

Namun, publik belum mampu membaca secara jernih mengenai langkah jitu Erick agar impossible mission ini menuai keberhasilan yang gilang-gemilang. Sebagai sarjana periklanan dari Glendale College, California, Amerika Serikat dan penyandang gelar MBA dari National University di kota dan negara yang sama, tentu ia tahu betul apa yang mesti diotak-atik agar pelaksanaan AG berjalan mulus. Tangan dingin putra mendiang Teddy Thohir (mitra bisnis mendiang William Soeryadjaya, pendiri Astra International) ini sudah teruji dan terbukti saat Mahaka menggarap bisnis media. Ambil contoh bisnis radio yang dikelola PT Mahaka Radio Integra, Tbk (GEN 98.7 FM, GEN FM Surabaya, JAK FM, dan Hot 93,2 FM). Merujuk riset AC Nielsen, bisnis radio Mahaka memiliki kualitas terdepan dan menguasai pangsa 25%.

Menurut Presdir PT Mahaka Radio Integra (MARI), Adrian Syarkawi, sebagai grup radio pertama yang masuk Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 11 Februari 2016, MARI berhasrat untuk terus memperluas pangsa pasar dari 25% menjadi 40% dengan peluncuran Hot 93,2 FM yang merupakan radio dengan genre dangdut. Bahkan, dengan telah bergabungnya tiga stasiun radio lainnya ke Mahaka (Kis FM, Mustang FM, Lite FM) penguasaan pangsa pasar radio milik Mahaka akan menjadi 65%. Mimpi besar Adrian selaku figur yang dipercaya Erick Thohir adalah mengomandani bisnis radio di Mahaka, yakni penghasilan iklan bisnis radio Mahaka akan menyamai penghasilan iklan sebuah stasiun televisi. Tentunya, hal ini pada awalnya dianggap impossible mission, tetapi bisa terjadi.

Bagaimana hal itu bisa terjadi? Adrian Syarkawi mengatakan bahwa figur seorang Erick Thohir selaku founder Mahaka begitu demokratis, bersedia menerima pendapat dan masukan dari anak buahnya asal itu logis dan feasible dikerjakan. Misalnya, ketika MARI akan masuk ke segmen musik dangdut melalui Hot FM pada 16 Desember 2016, diawali dengan hasil penelitian lapangan akan potensi pendengar radio dangdut ini. Dari hasil riset itu, manajemen MARI menilai potensi pasar terbuka lebar. Ketika gagasan masuk ke segmen dangdut itu disodorkan ke Erick, langsung diamini. Begitu pula ketika akan mencaplok kepemilikan di tiga radio lainnya, Erick pun percaya langkah itu sudah benar.

Sebagai sarjana periklanan, Erick Thohir memperlakukan bisnis yang digelutinya ibarat mengelola sebuah produk dengan brand tertentu. Agar produk itu dikenal luas oleh publik dan brand tersebut laku di pasar, mesti diperhatikan positioning dan pengelolaan brand. Misalnya, brand ANTv diformat ulang menjadi teve bagi kaum wanita dengan me-refresh semua program dan brand teve tersebut sesuai segmen yang dibidik. Walhasil, dalam tempo singkat, ANTv menjadi stasiun teve dengan rating tertinggi. Begitu pula ketika ia membeli Inter Milan dan DC United, langkah serupa ditempuhnya. Ambil contoh ketika memoles DC United, sebuah klub bola professional di Amerika Serikat. Klub ini belum punya stadion sebagai rumah mereka. Agar produk dan brand DC United naik daun, Erick Thohir dan sang abang Garibaldi Thohir (pemegang saham PT Adaro Energy dan TNT Group) membangun stadion Audi Field di Washington DC dengan menghabiskan dana US$500 juta atau Rp6 triliun. Stadion yang diresmikan 26 Juni 2017 itu menjadi yang terbaik dan termahal di Amerika Serikat. Hasilnya, kinerja prestasi kedua klub membaik dan perolehan sponsor pun mulai naik.

Di Mahaka Group, Erick Thohir punya dua garapan berbeda, yakni bisnis olahraga (Inter Milan, DC United, Philadelphia 76ers/ klub basket NBA, Indonesia Warriors/klub basket, Satria Muda/ klub basket) dan bisnis media di bawah payung PT Mahaka Media Tbk yang mengusung tagline “Beyond Media Creation.” Mahaka Media ini menjadi induk dari unit usaha media dan hiburan. Di bisnis media, Mahaka punya lini penerbitan (Harian Republika, penerbit Republika, Harian Indonesia (bahasa Mandirin), Sin Chew Indonesia, Parent Indonesia, Golf Digest, Majalah a+), media luar ruang (Mahaka Advertising, Alive!Indonesia), penyiaran (JAK TV, City TV, Mahaka Radio Integra (Gen FM, Jak FM, Hot FM, Gen FM Surabaya), Masima Radio Net (Prambos FM, Delta FM, FeMale Radio, Bahana FM, Alif FM), bisnis entertainment (Mahaka Entertaiment, Mahaka Pictures), dan Raja Karcis dan Card Plus. Dari laporan keuangan pada 2016, Mahaka Media membukukan laba Rp290 miliar yang berarti naik 27% dari periode 2015 yang menghasilkan Rp217 miliar.

Dalam berbisnis, Erick Thohir memegang teguh petuah mendiang sang ayah, Teddy Thohir, bahwa kejujuran adalah modal utama berbisnis. Tidak ada dalam kamus hidupnya menipu mitra bisnis. Sewaktu Erick yang bermitra dengan Handy Soetedjo dan Rosan Roeslani mau membeli 70% saham Inter Milan melalui International Sports Capital HK Ltd dari keluarga Moratti, juga bukan perkara mudah. Pasalnya, keluarga Moratti hanya mau melepas maksimal 30% saham. Setelah negosiasi panjang dan lama, Moratti bersedia melepas sampai 70%. Tidaklah mudah meyakinkan pemilik lama Inter untuk melepas mayoritas sahamnya kalau tidak didasari kepercayaan kepada Erick dkk. Kepercayaan menjadi modal utama Erick termasuk ke bankers di luar negeri yang ikut mendanai sepak terjangnya di bisnis olahraga. Begitu pula ketika Erick melepas saham Inter ke Suning Holding Group asal China, meski hanya menjadi pemegang saham minoritas, dia masih dipercaya menjadi Presiden Inter Milan.

Nah, semua kepiawaian Erick dalam mengolah klub-klub sepak bola dunia dan klub olahraga lainnya menjadi produk dengan brand yang kuat dan dipercaya stakeholder sudah terbukti ketika aliran dana mengalir ke klub-klub tersebut melalui kedatangan banyak sponsor. Begitu pula tangan dingin Erick mengolah bisnis media tetap menangguk laba. Kepiawaian Erick Thohir inilah yang sekarang ini dibutuhkan guna menyulap perhelatan akbar sekelas Asian Games. Bukan hanya sukses dari penyelenggaraannya, tapi juga berhasil mendulang rupiah sebagaimana penyelenggaraan pesta olahraga sejagad, seperti Olimpiade. Inilah imposible mission yang sedang diembannya. Bagi Erick Thohir, semboyan Jenderal Julius Caesar dari Kekaisaran Romawi yang terkenal “Veni, Vidi, Vici”’ usai memenangkan pertempuran atas Pharnaces II dari Pontus pada 47 SM, akan dimaknai ‘Aku Datang, Aku Lihat, Aku Untung.’ Maksudnya adalah kelebihan dana yang disetor ke kas negara.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Heriyanto Lingga
Editor: Ratih Rahayu

Bagikan Artikel: