Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Warga Gaza Terpaksa Harus Bayar Listrik ke Israel

Warga Gaza Terpaksa Harus Bayar Listrik ke Israel Kredit Foto: Reuters/Mohammed Salem
Warta Ekonomi, Jakarta -

Otoritas Palestina atau The Palestinian Authority (PA) telah mengimbau agar penduduk Gaza mulai secara teratur membayar listrik mereka untuk pertama kalinya dalam rangka melanjutkan pasokan listrik ke Jalur Gaza.

Penduduk Gaza diharuskan membayar biaya bulanan sebesar 10 juta shekel ($2.8 juta) untuk mengembalikan jumlah listrik yang diminta Otoritas Palestina untuk memotong Jalur Gaza pada bulan Juni, seorang sumber dari Otoritas Palestina, yang meminta untuk tetap anonim, ungkap Al Jazeera.

"Ini adalah pertama kalinya PA mengajukan permintaan semacam itu, namun pemerintah yakin bahwa perusahaan listrik yang berbasis di Gaza harus membayar jumlah yang dikeluarkannya dari sektor kelistrikan," ungkapnya.

"PA ingin mendukung pasokan listrik di Jalur Gaza tapi dengan alasan." tuturnya.

Sejak 2006, Otoritas Palestina, yang mengelola Tepi Barat yang diduduki, telah membayar Israel untuk memasok listrik ke Gaza. Pada bulan Juni 2017, PA meminta agar Israel mengurangi pasokan listrik Gaza sebesar 40 persen. Langkah tersebut dipandang sebagai upaya Presiden Mahmoud Abbas untuk melemahkan pemerintah Hamas yang bersaing di Gaza.

Ketika PA meminta Israel untuk mengurangi listrik, penduduk Gaza mulai menerima hanya sampai empat jam listrik per hari dibandingkan dengan rata-rata enam sampai delapan jam. Sebagai tanggapan, Perserikatan Bangsa-Bangsa memperingatkan bahwa pemadaman listrik yang lebih lama mengancam "keruntuhan total" layanan dasar di Gaza.

Pada hari Rabu, PA mengatakan akan mengizinkan Israel untuk kembali memasok 50 megawatt listrik yang diminta Israel untuk memotong enam bulan yang lalu. Perdana Menteri Rami Hamdallah menggambarkan perkembangan tersebut dalam konteks kesepakatan rekonsiliasi antara PA dan Hamas yang ditandatangani di ibu kota Mesir, Kairo, pada bulan Oktober 2017.

Permintaan tersebut, kata Hamdallah, adalah untuk "meringankan penderitaan rakyat Gaza dan memperbaiki kondisi kehidupan". Namun sumber PA yang dimintai keterangan oleh  Al Jazeera mengatakan bahwa salah satu dari dua turbin pembangkit listrik operasi Gaza harus ditutup, karena biayanya hanya mencakup satu operasi.

"Pada kenyataannya, kenaikannya hanya akan menjadi 25 megawatt, bukan 50," jelasnya.

"Mereka terpaksa harus menutup turbin untuk menutupi dana sebesar 10 juta shekel," pungkasnya.

Karena tingginya permintaan di musim dingin, katanya, efek pemulihan listrik tidak akan membuat banyak perbedaan bagi kehidupan penduduk Gaza. "Kekuatannya mungkin paling banyak meningkat satu jam."

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo

Bagikan Artikel: