Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Arah Strategis BUMN

Oleh: Toto Pranoto, Managing Director Lembaga Manajemen FEB UI

Arah Strategis BUMN Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Roadmap BUMN 2016—2019 menjelaskan secara tuntas tujuan yang ingin dicapai dalam peningkatan daya saing perusahaan negara. Ide dasar roadmap ini sebetulnya tidak berbeda jauh dengan blueprint reformasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diluncurkan pada 1999. Dengan asistensi McKinsey, masterplan BUMN dirancang dengan tujuan perampingan jumlah BUMN, pembentukan beberapa holding company, dan kerja sama dalam rangka menciptakan sinergi.

Roadmap ini menjelaskan target yang diinginkan pemerintah sampai dengan empat tahun ke depan. Termasuk di antaranya adalah pengurangan jumlah BUMN sehingga mencapai target 85 BUMN ideal, pembentukan beberapa Holding Company (HC) baru, target lebih banyak BUMN masuk dalam daftar Fortune 500, serta penciptaan nilai yang terus meningkat. 

Sinergi antar-BUMN sudah dicanangkan sedari lama, tapi pelaksanaannya agak tersendat. Alternatif strategi melalui konsolidasi BUMN baru efektif pada holding Semen Indonesia dan Pupuk Indonesia. Secara signifikan, hasil optimal pada holding BUMN sektor pertanian atau kehutanan belum terlihat. Penciptaan sinergi melalui sharing resource sudah sebagian dilaksanakan, tapi belum terlihat optimal. Misal, terkait dengan rencana PGN dan Pertagas dalam rencana utilisasi pipa gas (open access) yang masih terhambat. Kendati demikian, beberapa kemajuan (progress) terlihat, seperti utilisasi Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Himbara yang berpotensi terjadi penghematan secara signifikan.

Rencana percepatan pembentukan HC dalam rangka menciptakan efisiensi dan produktivitas BUMN cukup penting dalam situasi persaingan global saat ini. Studi Booz Allen di 2014 menunjukkan responden dunia usaha Indonesia adalah yang paling tidak siap menghadapi integrasi pasar regional di ASEAN, kalah dibandingkan kesiapan Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Isu utamanya adalah ketidaksiapan menghadapi pesaing multinational corporations (MNC), tingginya biaya logistik, kesulitan adaptasi menjadi perusahaan skala regional, serta terbatasnya international talent.

Semen Indonesia sukses go regional dengan memahami target market secara detil, due diligence secara akurat, adaptasi budaya, serta penanganan postmerger integration (PMI) secara komprehensif. Mereka cukup menempatkan sekitar sepuluh eksekutif Indonesia untuk memimpin dan berkoordinasi dengan ratusan pegawai di pabrik TLCC di Vietnam.

Studi LM FEB UI (2017) menunjukkan mulai membaiknya daya saing BUMN Indonesia (contoh: 20 BUMN Tbk terdaftar di Bursa Efek Indonesia) dibandingkan Temasek, meski mulai berimbang atau bahkan lebih baik dibandingkan dengan Khazanah. Tingkat sales Temasek tahun 2016 adalah US$71,9 miliar (return on assets (ROA) 24,41%), sementara BUMN Tbk sebesar US$39,4 miliar (ROA sebesar 15,01%). Meskipun demikian, dari indikator profit margin, terlihat posisi BUMN Tbk lebih baik (23,54%) dibandingkan dengan Temasek (14,48%) atau Khazanah (20,49%). Artinya, kemampuan BUMN Tbk relatif teruji menghadapi pesaing regional meskipun kondisi BUMN secara keseluruhan masih memprihatinkan. Saat ini, masih ada 118 BUMN, tapi hanya 25 BUMN terbesar yang menghasilkan sekitar 90% total sales seluruh BUMN. Artinya, terjadi pareto condition.

Pada posisi pareto seperti saat ini, mungkin ada baiknya pemerintah mulai mempercepat proses rightsizing BUMN. Selain dapat mengurangi span of control dalam pengawasan BUMN, hal ini sekaligus meningkatkan fokus pengelolaan BUMN. Tahap pertama bisa dilakukan scanning pemetaan BUMN berdasarkan tingkat kesehatan finansial dan kontribusinya bagi masyarakat (social values). Bagi BUMN dengan tingkat kesehatan baik dan social value tinggi, perlu diasah lebih tajam sehingga mampu bersaing di level regional atau bahkan global. Sebaliknya, BUMN dengan tingkat kesehatan rendah dan social value yang juga rendah mungkin sebaiknya dilikuidasi saja. Dalam konteks pengelolaan holding Khazanah, yang bergabung dalam holding ini adalah seluruh BUMN Malaysia yang bersifat profit orientation. Sementara, pembinaan BUMN yang sarat dengan tugas public service obligation (PSO) langsung di bawah kementerian teknis. 

Dalam konteks Indonesia, kemampuan melakukan transformasi menjadi BUMN yang kompetitif tidak terlepas dari dukungan regulasi. Sering dikeluhkan daya saing BUMN terhambat karena banyaknya undang-undang (UU) atau peraturan pemerintah (PP) yang harus dipatuhi. Terkadang, satu regulasi tidak sejalan dengan regulasi lainnya. Misal, ketentuan tentang BUMN sebagai aset negara yang dipisahkan sering dibenturkan dengan UU Tipikor.

Demikian pula regulasi yang mengatur privatisasi BUMN yang sangat birokratis. Menurut Bursa Efek Indonesia, terdapat 25 tahapan yang harus dilalui sebelum BUMN dapat go public. Sejak diberlakukannya UU No 19/2003 tentang BUMN, hanya 8 BUMN yang go public. Dalam kondisi keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah untuk memberikan penanaman modal negara (PMN), situasi tersebut mengurangi kesempatan BUMN untuk mengakses pendanaan dari pasar modal sekaligus menghilangkan kesempatan untuk meningkatkan likuiditas bursa. Sudah teruji bahwa BUMN Tbk dapat menghasilkan kinerja yang lebih kompetitif.

Apabila dibandingkan dengan BUMN lain yang sudah beroperasi dalam skala global, kinerja BUMN Cina telah menjelma menjadi MNC dunia dan memberikan perspektif berbeda, seperti Sinopec, CNP, dan Sinochem. Mereka telah beroperasi hampir di seluruh penjuru dunia dan bertranformasi menuju korporasi yang berorientasi pada value creation, bukan sekadar meluaskan segmen pasar secara geografis. Demikian pula apabila melihat visi Temasek Group yang telah beroperasi lintas benua. Orientasinya adalah deliver sustainable value over longterm. Sebagai pengelola portofolio investment, Temasek berfokus pada bidang investasi yang menguntungkan dan kompetitif, melepas (divestasi) bidang usaha yang dianggap sudah tidak prospektif sehingga kesinambungan jangka panjang bisa terjaga.

Dengan berbagai keterbatasan yang ada, BUMN dituntut untuk menghasilkan kinerja yang optimal, terutama dalam hal kontribusi setoran pajak dan dividen. Hal ini bisa terwujud apabila beberapa terobosan strategis, seperti percepatan pembentukan Holding BUMN, peningkatan kapabilitas terutama aspek pendanaan dan SDM, serta regulasi yang bersifat fair play bagi BUMN bisa terlaksana. Artinya, dukungan multi-stakeholders menjadi kunci kebangkitan korporasi milik negara ini. 

 

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ratih Rahayu

Bagikan Artikel: