Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tidak Ada Filantrop yang Jatuh Miskin

Tidak Ada Filantrop yang Jatuh Miskin Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dato’ Sri Prof. Dr. Tahir, MBA dikenal sebagai pebisnis dan juga filantropi. Kiprahnya dalam bisnis melalui Mayapada Group telah banyak menorehkan dinamika bisnis di Indonesia dan beberapa negara lainnya. Chairman grup Mayapada ini memiliki sejumlah unit bisnis yang bergerak dalam sektor keuangan, properti, kesehatan, ritel, dan media. Di samping aktivitas bisnisnya, ia juga memiliki Tahir Foundation yang menjalankan aktivitas sosial kemasyarakatan.

Sebagai filantropi, banyak kontribusi yang telah dilakukan, tidak hanya di Indonesia, tetapi sejumlah negara lainnya juga menjadi sasaran kegiatan filantropinya. Ia meyakini kegiatan bisnis tidak akan terganggu dengan aktivitas filantropinya. Justru, energi filantropi akan memberikan energi positif dalam bisnisnya. Dalam kesempatan bertemu dengannya, Tahir menandaskan bahwa dirinya belum pernah melihat filantropi yang bangkrut.

Ia selalu berprinsip bahwa kondisinya sekarang tidak terlepas dari sumbangsih negara ini. Oleh sebab itu, ia rela hartanya digunakan untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Ia merasa sudah banyak menikmati kesempatan berkembang di negeri ini maka wajar saja negeri ini mendapatkan hak yang dititipkan kepada dirinya.

Untuk mengupas lebih dalam mengenai sosok Tahir, bisnis, dan aktivitas filantropinya, berikut ini petikan wawancara reporter Warta Ekonomi, Arif Hatta dengan Dato’ Sri Prof. Dr. Tahir, MBA pada hari Kamis (28/9/2017) di Mayapada Tower, Jakarta.

Apa yang membuat Anda memilih menjadi seorang filantropi?

Menjadi filantropi bukanlah sebuah pilihan, tetapi saya kira sifat sosial itu ada pada setiap orang. Hanya mungkin, orang mewujudkannya berkaitan dengan agama, grown up dari sebuah keluarga, atau pengalaman hidupnya. Logika sederhananya seperti ini. Saya hidup di negeri ini, saya dibesarkan di negeri ini, jadi kalau saya mengembalikan harta untuk masyarakat Indonesia, menurut saya itu adalah konsekuensi dari sebuah logika. Jadi, tidak ada susahnya, tidak ada spesialnya.

Cara berpikirnya harus dari sudut pandang itu. Saya sudah menikmati lunch sebelumnya, sekarang sudah waktunya saya kembalikan. Kalau melihat background saya, saya dulu berasal dari keluarga yang sangat minim, sekarang saya sudah jadi seperti ini, berarti ada faktornya. Faktornya berkaitan dengan negeri ini. Jadi, kalau sekarang saya kembalikan kepada negeri ini, saya kira it is normal and you have to. Menurut saya, ini bukan panggilan. Saya berutang, saya sudah lunch sebelum membayar makanannya. Jadi jangan dibalik, bukan sekarang sudah bayar, lalu menagih lunch-nya. 

Kedua adalah komitmen terhadap hati nurani. Menurut saya, setiap itu orang sama, tergantung kamu mau mengisi hidup ini dengan apa. Saya mau mengisinya dengan suatu kebaikan. Nah, ini penting menurut saya karena ini komitmen dari saya dan hati nurani. Saya ingin hidup dengan karier, sosial, keluarga, dan ibadah. Jadi ini adalah suatu komitmen.

Apakah Anda pernah mengalami masalah untuk mengkonkretkan aktivitas filantropi?

Pasti ada, tetapi bukan soal prestasi, melainkan kemampuan. You mampu, you bisa kerja lebih banyak. Hal terpenting adalah saya mau rakyat Indonesia, rakyat kecil yang paling bawah, dapat benefit dari kehadiran seorang Tahir. 

Bagaimana Anda menentukan prioritasnya?

Pertama, kita harus setuju bahwa hidup ini penuh prioritas. Jika manusia tidak memiliki prioritas, manusia itu pasti tidak akan sukses. Hidup is priority. Sekarang, kita harus tentukan prioritasnya di mana. Bapak Presiden juga bicara prioritas. Indonesia 260 juta orang, kalau semua urusan disamaratakan, bisa tidak tidur, hidup 1000 tahun pun tidak akan cukup. Jadi, harus ada priorotas. Saya juga mempunyai prioritas dalam hidup. Prioritas saya sederhana, saya ingin usaha ini maju. Bisnis saya harus maju dahulu. Lalu, setelah maju bagaimana? Saya ingin menjadikan Mayapada perusahaan yang paling besar. Kita sangat mungkin hidup dengan chaos. Kenapa? Karena tujuan hidup dan proses hidup kita sering terbalik. 

Kalau saya menentukan menjadi orang kaya sebagai tujuan hidup saya, saya pasti kacau. Semua ini hanya proses hidup. Tujuan hidup itu satu, create value for others, you menciptakan kesejahteraan untuk banyak orang. Bentuknya bisa bermacam-macam. Jadi, semua yang kita capai hari ini hanya wadah bejana yang kita pakai. Saya memanfaatkan wadah itu untuk menciptakan nilai tambah yang menguntungkan hidup banyak orang.

Artinya, semua itu bisa terus berubah?

Iya, derajatnya bisa berubah-ubah. Kalau uang saya lebih banyak, saya bisa bekerja lebih banyak lagi. Kalau uang saya sedikit, mungkin hanya bisa di tingkat RT atau RW saja. Begitu uang saya lebih banyak, saya bicara level kota Jakarta. Uang saya lebih banyak lagi maka saya bicara tingkat Indonesia. Uang saya lebih banyak lagi, saya bicara level dunia. Gusti Allah kasih saya berapa banyak benih. Kalau benihnya banyak, saya tabur lebih banyak lagi. Tetapi prinsipnya sama, to create value in my life, it is very important for me, is a priority. Kalau saya tidak memiliki value added, hidup saya sia-sia. I want make sure that my life is a succesfully.

Anda ingin dikenang sebagai sosok yang seperti apa?

Menurut saya, tidak ada satu hal yang patut dikenang. Saya tidak memiliki achivement apa pun. But, saya mau lihat tiga hal sebelum saya meninggal. Pertama, saya mau lihat ibadah saya diterima dengan baik. Saya terus mencari keberkahan dari Gusti Allah. Saya ingin melakukan kebaikan. Kedua, saya ingin melihat rakyat Indonesia, bangsa Indonesia, hidup lebih baik karena adanya saya. Saya cinta Indonesia. Ketiga, saya ingin melihat anak-anak saya hidup dengan baik. Saya ingin make sure keturunan saya baik, tidak mengacau, tidak ngawur.

Apa prasyarat yang Anda tetapkan saat memberikan bantuan?

Kita ada master plan, kita juga ada backup plan. Keduanya selalu bersinergi. Kalau soal master plan, saya pilih dua, pendidikan dan kesehatan. Ini berkaitan dengan kemiskinan. Tetapi, ada sporadis yang memang tidak bisa dihindari. Sporadis itu banyak, setiap hari minimal ada 10 surat permintaan bantuan. Ada yang meminta modal untuk kerja, saya coret; ada yang meminta tolong dibayari utang, saya coret. Artinya, sporadis itu terjadi setiap hari karena memang dunia ini penuh bencana.

Apakah setiap harinya Anda memberikan persetujuan 10 permohonan bantuan?

Iya, itu merupakan sporadis dan tidak memiliki limit. Saya ingin memberi keyakinan bahwa menjadi filantropi tidak akan mengurangi rezeki. Kasus 97—98, krisis ekonomi keuangan di Asia, krisis 2008 di Amerika, kita sudah lihat sendiri, perusahaan usia 200 tahun bangkrut, perusahaan usia 100 tahun bangkrut. Tetapi, seumur hidup saya pernah melihat seorang pekerja filantropi bangkrut. Saya tidak pernah melihat orang yang menyumbang orang miskin menjadi bangkrut. Saya tidak pernah mendengarnya. 

Apa rasionalisasi dari keyakinan Anda tersebut?

Jadi begini, kalau kita kerja sosial, kita akan bersuka cita, hati kita senang. Secara logika, ketika saya kerja dan emosional saya menyenangkan, saya akan merasa damai, tidak merasa berutang, hati nurani saya bersih, dan mungkin pandangan saya menjadi lebih jernih. Saya akan lebih bersemangat karena didorong oleh kebutuhan uang banyak maka saya bekerja lebih rajin.

Apakah syarat untuk menjadi seorang filantropi haruslah kaya?

Not necessary. Madam Teresa orang yang saya kagumi. Dia sering menampung orang yang sakit-sakitan, miskin, dan tergeletak di pinggir jalan. Dia mandikannya dan memberi mereka baju. Lalu suster bertanya, why you do that? Dia mengatakan bahwa dia ingin mengembalikan kehormatannya sebagai seorang manusia, kemudian meninggal sebagai seorang manusia yang utuh. Jadi menurut saya, di dalam diri setiap orang terdapat satu bagian, yaitu keinginan kerja sosial kebaikan.

Bagaimana dengan Anda? 

Jika saya mampu, saya akan mengerjakan sesuatu yang lebih besar. Tetapi jika saya memang tidak mampu, saya tetap akan mengerjakan yang kecil. 

Apakah ini akan menjadi beban untuk bisnis Anda?

Tidak juga. Bisnis tetap jalan as usual. Saya tetap rajin, otak tetap diputar agar dapat cuan yang lebih banyak. Saya tetap berusaha terus maju. Misalnya, Bank Mayapada sekarang berada di nomor urut 24 di Indonesia, tahun depan kita berencana untuk right issue lagi sebesar Rp5 triliun sehingga bisa naik ke nomor urut 12 di Indonesia.

Dari mana sumber dana filantropi Anda?

Kita tidak menerima sumbangan dari luar. Dananya berasal dari bisnis sendiri. Filantropi, dananya kita dapatkan dari properti karena dana dari bank tidak bisa kita pakai. 

Apa hal yang paling penting dalam hidup Anda?

Ada dua hal yang paling penting dalam hidup saya, target hidup dan timeline. Kita sekarang sudah memiliki target hidup, jika ada target, tentu ada timeline. Untuk mencapai timeline tersebut, tentu harus super disiplin dan super kerja keras. Saya orang yang punya grand plan dalam hidup ini, saya tidak kosong. Anda tanya apa pun saya sudah punya grand plan-nya.

Dari mana saja sumber uang yang berkontribusi paling besar ke grup?

Pertama bank, termasuk asuransi; kedua properti.

Berapa besar kontribusi masing-masing bidang?

Kalau di corporate group, properti berkontribusi 40%, bank 40%, dan sisanya 20% dibagi dari banyak sektor.

Apa strategi agar bisnis Anda semakin sustain?

Tahu diri. Kita harus tahu diri. Kenapa saya tidak masuk ke pertambangan? Karena saya tidak mampu. Kenapa tidak masuk ke perkebunan? Karena saya tidak mampu long term. Kenapa tidak masuk ke petrochemical? Karena tidak mampu. Kenapa tidak masuk ke power plant? Karena tidak mampu. Saya lebih baik tahu diri, tahu diri itu the best

Kenapa kebanyakan bisnis Anda berada di sektor jasa?

Ini penting. Dalam suatu perkembangan negara, hal yang paling utama adalah agriculture. Lalu diindustrikan, kemudian masuk ke services. Negara yang mapan, services-nya bisa 60—70%. Di Amerika, kira-kira 75% sektornya adalah services. Di sana sukses juga dibagi menjadi dua, banking services dan housing services. Nah, services ini dapat mengontrol suatu negara, Indonesia juga akan menuju ke sana. Oleh sebab itu, saya masuk ke services.

Apa filosofi hidup Anda?

Hidup ini perjuangan. Jangan hanya menjadi orang normal. Jadilah orang yang above average. Kita harus di atas rata-rata.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Arif Hatta
Editor: Ratih Rahayu

Bagikan Artikel: