Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mengembalikan Amanat UUD 1945 Pasal 33

Mengembalikan Amanat UUD 1945 Pasal 33 Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Holding industri pertambangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diharapkan akan menjadi kekuatan besar di sektor pertambangan. Konsolidasi tersebut diharapkan dapat mempermudah langkah-langkah perusahaan negara untuk menguasai sumber daya pertambangan dan mineral. Holding ini diharapkan memiliki kemampuan yang lebih besar dalam melakukan penambangan barang-barang tambang dan mineral sekaligus memberikan dampak yang besar bagi Indonesia. Ada pepatah yang menarik, kalau ada penggabungan tiga perusahaan dan hanya menghasilkan tiga juga, buat apa? Seharusnya hasilnya bisa lebih dari tiga. Dengan begitu, suatu sinergi baru dapat dikatakan berhasil.

Pemerintah optimis holding ini dapat selesai tahun 2017 ini. Ada beberapa prioritas yang harus dilakukan oleh holding ini, antara lain menghilangkan duplikasi investasi dan melakukan leverage. Untuk menggali lebih dalam mengenai holding pertambangan BUMN ini, reporter Warta Ekonomi, Arif Hatta, M Januar Rizki, dan Sufri Yuliardi (fotografer), melakukan wawancara dengan Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno, di kantor Kementerian BUMN (22/09/2017). Berikut nukilannya.

Bagaimana roadmap holding pertambangan BUMN?

Istilahnya adalah konsolidasi di sektor industri pertambangan. Roadmap sudah disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak akhir 2015. Kemudian, roadmap itu dikaji oleh konsultan independen dan lain sebagainya selama 2016. Pada Februari 2017, sudah diputuskan oleh Pak Presiden untuk go tambang dan migas (holding). Di luar itu, kita belajar dari kegiatan yang sama untuk tahun lalu, semen dan pupuk. Kita ambil yang bagus-bagus dari situ, yang kurang akan menjadi catatan dan kita perbaiki.

Apa evaluasi dari pembentukan holding-holding sebelumnya?

Salah satu catatan yang kurang ialah sosialisasi. Sosialisasi ke seluruh stakeholder, karyawan, direksi, komisaris, maupun regulator. Nah, itu yang kita lakukan mulai bulan Juli 2016, termasuk ke DPR sampai dengan bulan Juli kemarin. Jadi, kira-kira sudah dilakukan selama satu tahun. Semua itu dilakukan ke karyawan, baik di kantor pusat maupun di daerah-daerah. Kita melakukan perputaran, baik di Riau, Tanjung Enim, Medan, Pomalaa, Bogor, dan juga Jakarta. Hal yang juga penting dilakukan adalah sosialisasi dengan semua direksi dan komisaris. Di luar itu, kita konsultasi dengan regulator, Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, serta Kementerian Hukum dan HAM. 

Apakah holding pertambangan akan selesai di tahun ini?

Ya, mudah-mudahan selesai. Kita harapkan bersamaan dengan akusisi Freeport Indonesia, apalagi divestasi sudah berjalan.

Apa kesulitan yang dihadapi saat Inalum yang menjadi induk perusahaan, sedangkan dalam konsolidasi ada perusahaan yang lebih besar?

Sebelumnya, saya luruskan terlebih dahulu agar tidak terjadi kesalahpahaman. Induk perusahaan dalam suatu proses konsolidasi tidak dipilih berdasarkan perusahaan terbesar atau tersehat. Bahkan, jika kita melihat kebanyakan invesment company, parent company-nya tidak mempunyai apa-apa, contohnya Bakrie Brothers, Sinarmas, dan Astra. 

Dengan pengalaman semen (holding) dan lain-lain, cara seperti ini tidak akan mengganggu kepentingan majority shareholders. Jadi, kalau ditanya apa yang menjadi kesulitan dalam proses konsolidasi, salah satunya adalah masalah teknis saat restructuring nanti, tetapi secara filosofi politik dan bisnis, tidak ada masalah apa-apa. Lalu mengapa perusahaan Inalum yang jadi Induknya? Karena perusahaan ini 100% sahamnya milik pemerintah. Tentunya tidak mudah melakukan restructuring company pada sebuah public company, tetapi ini kan tidak. 

Apakah holding akan mengganggu proyek-proyek yang akan berjalan?

Tidak, karena yang akan dilakukan adalah konsolidasi. Misalnya, timah dan batubara. Kita sekarang mengeluarkan batubara. Dia core-nya apa? Justru kita gabungkan dengan Antam, misalnya dia membuat smelter alumina. Inalum yang membeli bauksitnya, kemudian dibuat alumina, aluminanya pasti diserap. Itulah yang justru menjadi sinergi. Misalnya, menghasilkan listrik menggunakan batu bara dari Tanjung Enim dan hasilnya dipakai oleh Inalum di Kuala Tanjung. Contoh lainnya, Antam membuat smelter di Halmahera dibantu menggunakan batu bara sebagai pembangkitnya.

Bagaimana arahan dari Kementerian BUMN?

Jadi begini, alasan kita melakukan holding tidak lain untuk kembali lagi ke UUD 1945 Pasal 33. Di situ dinyatakan bahwa “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Sekarang ini, yang dikuasai oleh BUMN dalam arti negara itu very small. Cadangan batu bara tidak sampai 17%, emas juga demikian, cadangan timah sedikit agak besar. Ini salah satu alasan kenapa dilakukan konsolidasi, yaitu untuk membuat mereka mampu mengakuisisi cadangan-cadangan itu.

Bagaimana arahan yang diberikan kepada Inalum dalam memperbaiki perusahaan yang merugi?

Cara merestrukturisasi itu bermacam-macam. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk merestrukturisasi perusahaan yang rugi adalah dengan mengonsolidasikannya. Ada yang namanya menggabungkan, mengambil alih, dan meleburkan. Ketika meleburkan, berarti akan ada perusahaan yang baru. Merger dalam arti melebur berarti dua atau tiga perusahaan akan hilang dan berganti menjadi satu perusahaan baru. Kalau menggabungkan, artinya satu perusahaan masuk ke perusahaan yang lain. Sementara itu, mengambil alih atau mengonsolidasi akan tetap mempertahankan masing-masing perusahaan. Itu merupakan salah satu caranya.

Nah, salah satu cara menyehatkan perusahaan juga demikian. Saat ini, Antam dalam kondisi rugi, rugi karena memang komoditasnya sedang turun. Dengan ada konsolidasi di levelnya holding ini, pada saat yang satu turun komoditasnya, yang satu bisa naik, jadi bisa saling mengonpensasi di level itu. Kalau misalnya Antam sendiri, kemungkinan perusahaan akan jatuh. Kalau batu bara jatuh, Bukit Asam jatuh. Melalui konsolidasi ini, perusahaan bisa saling bantu memperbaiki.

Bagaimana bargaining-nya saat terkonsolidasi dalam holding pertambangan?

Bargaining-nya pasti lebih besar. Misalnya, saat mau mencari cadangan baru, dengan jaminan dari consolidated induk, daya ungkitnya akan semakin tinggi.

Bagaimana kalau dibandingkan dengan kompetitor?

Adaro memiliki total aset Rp81 triliun. Kalau misalnya holding BUMN pertambangan dilakukan, kira-kira total aset kita mencapai Rp72 triliun. Dari sisi ekuitas, kita menang, kita jauh lebih besar daripada Adaro.

Ke mana benchmarking holding pertambangan BUMN diarahkan?

Banyak. Ada Anglo American, Vale, dan yang lainnya. Bentuknya bermacam-macam karena komoditas yang dimiliki pun bermacam-macam.

Perusahaan mana yang modelnya paling dekat dengan yang kita pakai? 

Jika berdasarkan kedekatan model, kita membandingkannya dengan Rio Tinto, BHP Billiton, dan Vale. Tujuan kita memang ke Fortune 500.

Bagaimana roadmap sumber daya manusia (SDM) dengan adanya konsolidasi ini?

Roadmap setahun ini adalah membuat Komite Konsolidasi di Kementerian BUMN, ada Pokja SDM. Apa yang dilakukan? Kita mulai mencari kesamaan. Misalnya, dari sisi jenjang karier, jangan sampai yang satu memiliki 12 jenjang karier, sedangkan yang lain hanya 6. Kedua mengenai remunerasi, jangan sampai ada yang sangat besar, ada yang kecil. Ketiga dari sisi kompetensi, banyak yang tumpang tindih. Saat ini hampir semuanya memiliki unit eksplorasi, kita akan menjadikannya satu menjadi lebih besar. Kemudian ahli, yang selama ini ahlinya Antam tidak mungkin dipakai di timah, sekarang bisa dipakai.

Bagaimana dengan remunerasi yang dipakai, yang tertinggi atau yang terendah?

Kita pakai yang paling tinggi karena kalau tidak yang tinggi nanti akan turun

Apa sebenarnya challenge di perusahaan pertambangan ini?

Problem kita adalah convinience, sudah merasa nyaman, kecuali Inalum. Inalum mempunyai culture berbeda, yaitu culture Jepang, tetapi juga tidak begitu mendukung untuk agility. Saat ini, keadaannya seperti itu. Apakah kemudian dalam enam bulan bisa berubah? Tidak bisa. Oleh sebab itu, komite konsolidasi ini bekerja, mungkin akan bekerja terus setahun hingga dua tahun.

Apa skala prioritas yang harus dilakukan di holding pertambangan?

Skala paling prioritas adalah menghilangkan duplikasi investasi. Semuanya perusahaan menginginkannya karena butuh smelter dan butuh listrik sehingga akhirnya membuat listrik semua. Itu yang ingin kita hilangkan. Kedua yang sebenarnya paling penting, kita harus lakukan final leverage. Dua hal itu yang saat ini penting kita lakukan.

Apakah prosesnya dengan dihilangkan atau disinergikan saja?

Ada yang dihilangkan. Sinergi itu ada empat jenis, sinergi transaksional, sinergi kolaborasi, strategic alliance, dan konsolidasi. Nah, yang dilakukan secara korporasi namanya konsolidasi, tetapi yang dilakukan antarperusahaan merupakan sinergi kolaborasi. Sinergi transaksional dilakukan dalam ranah jual beli, itu yang kita namakan sinergi abal-abal. Sedangkan, kita menginginkan adanya sinergi kolaborasi, tidak perlulah semua membuat listrik, buat satu saja yang besar.

Apakah itu quick win-nya?

Ya, itu quick win, sedangkan jangka panjangnya SDM dan akuisisi cadangan.

Kami melihat ada penyebutan National Resources Industries (NRI), apa itu?

Itu cikal bakal nama holding industri pertambangan. Selama konsolidasi, klaster BUMN industri pertambangan kita beri nama NRI.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Arif Hatta
Editor: Ratih Rahayu

Bagikan Artikel: