Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Fredrich: Apa yang Kalian Lihat Ini Sebuah Kriminalisasi

Fredrich: Apa yang Kalian Lihat Ini Sebuah Kriminalisasi Kredit Foto: Antara/Elang Senja
Warta Ekonomi, Jakarta -

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa advokat Fredrich Yunadi dalam penyidikan tindak pidana dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi proyek KTP elektronik atas tersangka Setya Novanto.

"Apa yang kalian saksikan ini sudah terjadi kriminalisasi terhadap proses advokat," kata Fredrich saat tiba di gedung KPK, Jakarta, Senin (15/1/2018) untuk menjalani pemeriksaan.

Menurut dia, KPK sudah melecehkan putusan Pasal 16 Undang-Undang Advokat jo putusan MK RI No. 26/PUU-XI/2013 bahwa advokat tidak dapat dituntut baik secara pidana maupun perdata sejak advokat menerima kuasa.

"Mereka tidak ada bukti dan saya mendengar berita seolah-olah saya dicari seharian itu adalah bohong semua. Saya ada di rumah sakit dan kebetulan saya di 'check up' kemudian datang dijemput (KPK)," ucap Fredrich.

KPK telah menetapkan advokat Fredrich Yunadi yang juga mantan kuasa hukum Setya Novanto dan dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo sebagai tersangka terkait kasus itu pada Rabu (10/1).

Fredrich dan Bimanesh diduga bekerja sama untuk memasukan tersangka Setya Novanto ke Rumah Sakit untuk dilakukan rawat inap dengan data-data medis yang diduga dimanipulasi sedemikian rupa untuk menghindari panggilan dan pemeriksaan oleh penyidik KPK.

Keduanya pun telah resmi ditahan KPK untuk kepentingan penyidikan selama 20 hari ke depan.

Bimanesh terlebih dahulu ditahan sejak Jumat (12/1) malam di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur.

Sedangkan Fredrich ditahan sejak Sabtu (13/1) siang di Rutan Negara Klas I Jakarta Timur Cabang Rutan KPK.

Atas perbuatannya tersebut, Fredrich dan Bimanesh disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: