Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

'Hilang Satu Nyawa sama dengan Hilang Seribu Nyawa'

'Hilang Satu Nyawa sama dengan Hilang Seribu Nyawa' Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan kejadian lantai selasar runtuh di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) mirip dengan kejadian gedung Rhana Plaza yang runtuh di Bangladesh.

"Saat itu, masyarakat dunia dan Organisasi Buruh Internasional (ILO) mengutuk keras kejadian itu, bahkan memberikan sanksi berat kepada pemerintah dan pengusaha Bangladesh," kata Iqbal melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (16/1/2019).

Iqbal mengatakan slogan ILO tentang kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah "hilang satu nyawa sama nilainya dengan hilang seribu nyawa". Karena itu, setiap orang wajib dilindungi nyawa dan keselamatan fisiknya.

"Bagaimana dengan pemerintah Indonesia? Kita lihat bagaimana langkah Kementerian Ketenagakerjaan," ujarnya.

Namun, Iqbal mendesak agar pengusaha dan pemilik gedung yang mengabaikan K3 dan telah lalai menghilangkan nyawa atau menyebabkan orang lain luka-luka untuk diberi sanksi pidana.

Menurut dia, hal itu lazim dilakukan di negara lain sebagai bentuk dari efek jera. Karena itu, penyelidikan dan pengusutan pelanggaran K3 tidak boleh kalah dengan kekuatan modal pengusaha.

KSPI juga mendesak agar aturan yang ada pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja ditegakkan, misalnya pembentukan panitia pelaksanaan K3 yang terdiri dari unsur pengusaha dan pekerja, pemeriksaan rutin terhadap keselamatan orang dan penyediaan perlengkapan K3.

"Pasal sanksi yang ada pada Undang-Undang K3 juga harus direvisi agar lebih kuat sehingga bisa memberikan efek jera," tuturnya.

Sebelumnya, lantai selasar di Tower II Gedung BEI ambruk pada Senin siang (15/1) sekitar pukul 12.10 WIB. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: